Internasional

Panas Perang Dunia III! Rusia-China Kompak 'Hajar' Barat

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
05 February 2022 14:30
Russian President Vladimir Putin shakes hands with Chinese President Xi Jinping during the Tsinghua University’s ceremony at Friendship Palace in Beijing, China April 26, 2019. Kenzaburo Fukuhara/Pool via REUTERS
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping ( Kenzaburo Fukuhara/Pool via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Eskalasi geopolitik dunia terus memanas. Kali ini, sebuah manuver baru dilakukan oleh China dan Rusia untuk membendung hegemoni dan dominasi negara-negara Barat pimpinan Amerika Serikat (AS).

Dalam sebuah pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, kedua negara sepakat untuk mendeklarasikan kemitraan "tanpa batas". Beijing mendukung permintaan Rusia agar Ukraina tidak diterima di NATO sementara Moskow menentang segala bentuk kemerdekaan bagi Taiwan.

"Persahabatan antara kedua negara tidak memiliki batas, tidak ada bidang kerja sama yang 'terlarang'," kata kedua negara dalam pernyataan bersama dikutip Reuters, Sabtu (5/2/2022).

Anggota delegasi, yang dipimpin oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, menghadiri pertemuan di Beijing, China (4/2/2022) (via REUTERS/SPUTNIK)Foto: Anggota delegasi, yang dipimpin oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, menghadiri pertemuan di Beijing, China (4/2/2022) (via REUTERS/SPUTNIK)
Anggota delegasi, yang dipimpin oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, menghadiri pertemuan di Beijing, China (4/2/2022) (via REUTERS/SPUTNIK)

Tak hanya soal Ukraina dan Taiwan, keduanya pun juga membuat deklarasi sikap bersama atas beberapa persoalan dunia. Berikut daftarnya dikutip dari keterangan resmi pasca pertemuan kedua pemimpin:

1. Rusia menyuarakan dukungannya terhadap sikap China bahwa Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari China, dan menentang segala bentuk kemerdekaan pulau itu.

2. Moskow dan Beijing juga menyuarakan penentangan mereka terhadap aliansi AUKUS antara Australia, Inggris dan Amerika Serikat, dengan mengatakan hal itu meningkatkan bahaya perlombaan senjata di wilayah tersebut.

3. China bergabung dengan Rusia dalam menyerukan diakhirinya perluasan NATO dan mendukung permintaannya akan jaminan keamanan dari Barat.

4.  China dan Rusia menyatakan keprihatinan tentang "kemajuan rencana AS untuk mengembangkan pertahanan rudal global dan menyebarkan elemen-elemennya di berbagai wilayah di dunia, dikombinasikan dengan pengembangan kapasitas senjata non-nuklir presisi tinggi untuk melucuti serangan dan tujuan strategis lainnya".

Sebelumnya, China sendiri terus menentang manuver AS dan NATO di wilayah Ukraina. Negeri Tirai Bambu pun meminta agar Washington mau menghormati keputusan Rusia yang melakukan mobilisasi pasukan besar-besaran ini karena kekhawatiran Moskow terkait masuknya Kiev ke dalam NATO.

Di sisi lain, AS sendiri juga menekan pihak-pihak yang berada di China terkait Ukraina. Terbaru, AS me-warning setiap entitas China yang masih terlibat dalam kegiatan ekspor ke Rusia. Dalam keterangan pers, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menegaskan akan ada konsekuensi serius bila perusahaan Negeri Tirai Bambu tetap meneruskan hal ini.

"Kami memiliki serangkaian alat yang dapat digunakan jika melihat perusahaan asing, termasuk yang ada di China, melakukan tindakan untuk mengisi kembali kontrol ekspor AS, menghindarinya atau menyiasatinya," kata Price dalam jumpa pers dikutip CNBC International, Jumat (4/2/2022).

Tak hanya Rusia, China sendiri juga memiliki ketegangan besar dengan AS dan sekutunya terkait persoalan teritorial. Hal ini terkait klaim atas Taiwan dan juga mengenai Laut China Selatan. Beijing seringkali menuduh bahwa AS berada di belakang plot kemerdekaan Taiwan yang mereka diklaim sebagai wilayah kedaulatannya. 

Sementara itu, kondisi di wilayah Ukraina masih memanas. Rusia masih bersikeras menolak pengajuan Ukraina ke NATO karena ditakutkan akan kembali melancarkan operasi ke wilayah Krimea. Krimea sendiri pada 2014 lalu berhasil direbut pasukan separatis pro-Rusia dari Ukraina.

Ukraina sendiri menyebut bahwa pengajuannya kepada NATO adalah untuk mendapatkan bantuan dari pakta pertahanan pimpinan AS itu untuk melawan pasukan separatis lainnya di wilayah Donbass dan Luhansk agar tidak lepas lagi seperti Krimea dahulu. Diketahui, dua wilayah yang berada di timur negara Bekas Uni Soviet itu masih dikuasai milisi yang disokong Kremlin.


(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Taiwan Panas! Putin Beri Pesan Khusus Buat Xi Jinping

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular