Ini Usulan DPR Atas Solusi Jangka Panjang DMO Batu Bara

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 04/02/2022 19:58 WIB
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana pemerintah untuk membentuk Badan Layanan Umum (BLU) pungutan batu bara hingga hari ini, Jumat (4/2/2022) belum direstui oleh DPR. Pemerintah diminta untuk lebih efisien dalam membuat kebijakan demi mengamankan pasokan batu bara di dalam negeri.

Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika berpandangan, kewajiban pemenuhan batu bara di dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) harus terdiri dari penetapan volume dan harga.

Jika pemerintah mengusulkan harga DMO batu bara dilepas ke pasar, maka menurutnya itu bukan lagi dinamakan sebagai DMO.


"Kalau DMO kewajiban syaratnya dua, volume dan harga harus ditentukan. Kalau volume ditentukan, tapi harga gak ditentukan (harga patokan untuk kebutuhan batu bara dalam negeri) sama saja. Sekarang permasalahannya menimbulkan kondisi yang tidak baik," jelas Kardaya kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/2/2022).

Sementara itu, terkait wacana pemerintah ingin membentuk BLU pungutan batu bara, menurutnya harus dibentuk terlebih dahulu payung hukum berupa undang-undang. Namun menurutnya, ini akan menambah lebih panjang lagi rantai birokrasi.

Kardaya pun mengusulkan agar formula harga DMO batu bara diubah, bukan mengikuti harga pasar, namun memperpendek selisih (gap) antara harga DMO batu bara US$ 70 per ton dengan harga batu bara di pasar.

Dengan demikian, saat harga batu bara di pasar sedang anjlok, perusahaan tidak mengejar-mengejar PT PLN (Persero) untuk membeli, dan saat harga batu bara di pasar sedang tinggi, pengusaha tidak mangkir dari kewajiban DMO.

"Misalnya saja, DMO dipatok 25% hingga 30% lebih murah dari harga market. Mestinya bisa jadi solusi permanen," ujarnya.

"Karena undang-udang yang ada itu jelas dan kewajiban ke negara, yang collect negara. Misalnya diserahkan ke Kementerian ESDM untuk collect batu bara dengan harga yang lebih murah," kata Kardaya melanjutkan.

Setelah dikumpulkan oleh Kementerian ESDM, tinggal perhitungan jual antara Kementerian ESDM dan PLN disesuaikan dengan hitung-hitungan PLN sebagai penyalur listrik bersubsidi ke masyarakat atau Public Service Obligation (PSO).

"PLN ke negara, hitung-hitungannya harga PSO. Kalau harga lagi tinggi dan membuat PLN rugi, pemerintah tinggal kasih subsidi. Ini sebenarnya permasalahan yang sederhana, namun dibikin tidak sederhana," kata Kardaya lagi.

Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS Mulyanto juga berpandangan untuk menyelesaikan DMO batu bara saat ini, lebih baik pemerintah merevisi Peraturan Menteri soal DMO batu bara.

"Evaluasi DMO bulanan, denda fee yang besarannya cukup untuk membuat jera pengusaha nakal, dan sanksi yang lebih tegas. Kalau perlu, cabut izinnya bagi yang terus melanggar," jelas Mulyanto.

Kendati demikian, Mulyanto sepakat jika persoalan DMO batu bara mengikuti wacana pemerintah dengan membentuk BLU pungutan batu bara.

"Sehingga adil, semua pengusaha setor 25% produksi ke badan ini, baik sesuai maupun tidak sesuai spesifikasi PLN. Kelebihan dari kebutuhan dalam negeri dapat diekspor oleh badan ini," kata Mulyanto melanjutkan.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Di Tengah Transisi EBT, Batu Bara Tetap Jadi Andalan