Erdogan Disebut 'Cari Untung' Konflik Rusia-Ukraina, Kenapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik Rusia dan Ukraina yang menyeret Amerika Serikat (AS) dan NATO, diyakini akan membuat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mencoba "mengambil untung". Analis melihat Erdogan akan meningkatkan posisi strategisnya di NATO dan hubungannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Ini terkait kunjungan Erdogan ke ibu kota Ukraina, Kiev, Kamis (3/2/2022). Erdogan berharap akan ada mediasi antara Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk mencegah serangan Rusia yang diperingatkan AS.
AFP menulis, analis percaya konflik Rusia-Ukraina akan menjungkirbalikkan ekonomi Turki yang kini sedang krisis, dengan nilai Lira yang terus menurun terhadap dolar AS dan tingginya inflasi. Ini pun akan membahayakan peluang Erdogan untuk memperpanjang kepemimpinannya, menjadi tiga periode, dalam pemilu di 2023.
"Ini adalah kesempatan bagi Turki untuk meningkatkan statusnya dan keluar dari selimutnya, secara metaforis, di NATO," kata Asli Aydintasbas dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, dikutip media itu, Rabu (2/2/2022).
"Ankara juga akan menggunakan ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan hubungan dengan Washington," tambahnya.
"Erdogan telah mengembangkan hubungan pribadi yang unik dengan Putin yang secara bersamaan kompetitif dan konsensual. Ini memungkinkan mereka untuk mendukung pihak yang berbeda di Libya, Kaukasus dan Suriah."
Turki memiliki hubungan unik dengan kedua negara. Meski bagian dari NATO, negeri itu termasuk dekat dengan Rusia.
Turki dan Rusia memiliki kerja sama di bidang pertahanan dan energi, yang membuat marah AS dan NATO. Tapi di sisi lain, Turki menjual drone-drone canggih ke Ukraina untuk melawan Rusia.
Ankara juga menentang kebijakan Moskow di Suriah dan Libya serta pencaplokan Krimea dari Ukraina tahun 2014. Ini membuatnya tegang dengan Rusia.
Sementara itu, Erdogan dan Putin juga dijadwalkan akan bertemu di Turki setelah kunjungan pemimpin Rusia itu ke China. Putin akan menghadiri Olimpiade Musim Dingin Beijing, yang diadakan di China antara 4-20 Februari.
"Kami berharap kedua pembicaraan itu efektif dalam menurunkan ketegangan antara Rusia dan Ukraina," kata pejabat Turki dimuat Reuters.
(sef/sef)