Internasional

Bukan Bom, 'Senjata Mematikan' Rusia Buat Eropa dalam Bahaya

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
28 January 2022 14:05
Presiden Rusia, Vladimir Putin
Foto: Presiden Rusia, Vladimir Putin (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Eskalasi antara Rusia dan negara-negara Eropa masih terus meruncing. Panasnya hubungan ini dimotori beberapa hal termasuk yang teranyar persoalan Ukraina.

Dalam ketegangan ini, Rusia diketahui memiliki sebuah 'senjata' yang dapat melumpuhkan Benua Biru dengan mudah. Senjata itu bukanlah nuklir atau bom lainnya, melainkan gas di mana Rusia merupakan salah satu eksportir besar sumber energi itu di Eropa.

Hal ini bukan isapan jempol. Eropa dan sekutunya AS kini tengah menyusun rencana darurat jika pasokan gas Rusia putus akibat masalah dengan Kyiv.

Eropa akan berjuang untuk bertahan lama tanpa gas Rusia, yang selama ini membantu bisnis beroperasi dan memanaskan rumah penduduk. Menemukan alternatif baru jadi tantangan yang sangat berat.

"Tidak ada alternatif yang cepat dan mudah," kata Janis Kluge, pakar Eropa Timur di Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan, dikutip CNN International, Jumat (28/1/2022).

Pejabat senior Gedung Putih mengatakan, tengah berbicara ke negara lain dan perusahaan tentang peningkatan produksi. Mereka juga mencoba mengidentifikasi sumber alternatif gas alam yang dapat dialihkan ke Eropa.

Namun melaksanakan intervensi besar seperti itu di pasar energi akan menjadi rumit. Jaringan pipa baru dan fasilitas pencairan gas membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dibangun.

Mengalihkan volume besar bahan bakar fosil pada saat pasar global dan jaringan transportasi sudah ada akan membutuhkan kerja sama dari eksportir gas besar lain. Ruang gerak mungkin akan sangat sedikit.

Ditambah lagi, pasokan energi di Eropa sudah berada di bawah tekanan besar. Persediaan yang rendah dan harga gas yang tinggi secara historis telah menimbulkan kekhawatiran, apalagi musim dingin bisa berubah menjadi sangat dingin.

Kala itu, negara-negara harus memberikan lebih banyak bantuan untuk pelanggan dan bisnis yang kesulitan. Bahkan mungkin menjatahnya.

Pakar energi di Pusat Studi Strategis dan Internasional, Nikos Tsafos, mengatakan bahwa bila pasokan gas dari Rusia ke Eropa dihambat, hal itu akan menjadi 'bencana besar'. Ia menyebut benua itu akan mengalami krisis energi yang sangat fatal.

"Pemutusan total ekspor energi Rusia akan menjadi bencana besar. Tidak ada cara bagi Eropa untuk menggantikan volume tersebut dengan cara yang berarti," katanya.

Halaman 2>>>

Eropa sangat bergantung pada gas Rusia. Menurut data badan data Eurostat di tahun 2020, Rusia menyumbang sekitar 38% dari impor gas alam Uni Eropa, mengirimkan hampir 153 miliar meter kubik.

Ini terjadi di tengah produksi domestik Eropa yang menurun. Produksi Belanda yang pernah menjadi produsen gas utama di Uni Eropa (UE) misalnya, jeblok seiring penutupan bertahan ladang besar di Groningen akibat gema bumi karena dipicu produksi gas.

Ini juga seiring meningkatnya permintaan Jerman, yang berambisi menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) untuk memenuhi tujuan lingkungan. Hal sama dengan Inggris yang menutup pembangkit listrik nuklir.

Meskipun Eropa telah melakukan investasi besar dalam energi terbarukan seperti angin dan tenaga surya, tulis The New York Times, ternyata sumber pasokan konvensional masih dibutuhkan. Pembangkit listrik berbahan bakar gas adalah salah satu dari sedikit pilihan yang tersisa.

"Ini adalah semacam momen 'oh my God' di mana kawasan itu menyadari bahwa itu sangat bergantung pada gas Rusia," kata, kepala penelitian makro global di bank Belanda ING, Carsten Brzesk.

Berharap pada LNG

Sementara itu, beberapa opsi dimunculkan. Termasuk menjaga pasokan ke Eropa dengan pengiriman gas alam cair (LNG).

LNG akan diangkut kapal tangker alih-alih pipa, misalnya dari AS dan Qatar. Sebagian dari pasokan itu, dilaporkan CNN International kini sudah beralih ke Eropa, karena produsen tertarik dengan harga tinggi.

Analis mengatakan Eropa akan menerima rekor jumlah LNG pada bulan Januari. Tetapi lebih banyak lagi yang dibutuhkan jika impor dari Rusia turun tajam.

"Produksi LNG global sudah cukup datar," kata Alex Froley, seorang analis pasar LNG di Independent Commodity Intelligence Services.

"Mengubah rute perdagangan juga bisa menimbulkan tekanan pada pasar pengiriman."

CSIS juga mengatakan pengiriman LNG bisa membantu Eropa. Tapi mengirimkannya ke negara-negara di Eropa yang paling membutuhkannya akan membutuhkan logistik yang kompleks.

"Semenanjung Iberia adalah titik panas untuk terminal impor LNG" tidak akan mudah untuk mengarahkan gas ekstra ke seluruh Eropa melalui jaringan pipa yang ada karena keterbatasan kapasitas," tulis lembaga think tank Bruegel.

Meski demikian, sejumlah analis mengatakan penghentian gas mungkin tak akan diambil Rusia. Ini pasti meningkatkan ketegangan dan menyatukan Eropa melawan Moskow.

"Skenario terburuk dari penghentian total ekspor gas Rusia ke UE tetap sangat tidak mungkin, karena itu akan menandai pelanggaran kontrak besar-besaran oleh pemasok yang dikendalikan negara, Gazprom (BUMN Rusia)," kata direktur program energi di konsultan Eurasia Group, Henning Gloystein, dalam sebuah catatan ke klişen.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Disebut 'Biang Kerok' Krisis di Eropa, Kok Bisa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular