Punya Segudang 'Harta Karun', Tapi Ironis RI Milih Impor LPG!

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
Jumat, 28/01/2022 14:20 WIB
Foto: Distribusi LPG 3 Kg . (Dok. Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dikaruniai beragam 'harta karun' yang bisa dikatakan melimpah, mulai dari gas, batu bara, bahkan hingga energi baru terbarukan (EBT), termasuk melimpahnya pasokan listrik. Tapi sayangnya, masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan dalam negeri. Ironisnya, Indonesia malah memilih sumber energi yang diperoleh dari impor, salah satunya Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Impor LPG RI bisa dikatakan semakin parah, terutama dalam enam tahun terakhir ini.

Berdasarkan data Content Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020, impor LPG pada 2015 mencapai 4,24 juta ton atau sekitar 66% dari total kebutuhan LPG nasional sebesar 6,38 juta ton.


Jumlah impor ini terus meningkat hingga pada akhir 2020 tercatat mencapai 6,4 juta ton atau sekitar 80% dari total kebutuhan 8,02 juta ton.

Impor LPG RI memang terlihat terus meningkat seiring dengan berhasilnya program konversi minyak tanah ke LPG tabung 3 kilo gram (kg) sejak 2007 lalu. Namun sayang tak diiringi dengan peningkatan produksi dari kilang di dalam negeri.

Terus membengkaknya impor LPG tak ayal membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram, dan memerintahkan agar segera mencari alternatif bahan bakar pengganti, termasuk salah satunya dari batu bara.

Presiden menyampaikan sejak enam tahun lalu dirinya telah memerintahkan agar hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) segera berjalan karena DME ini bisa menjadi pengganti LPG.

"Saya sudah berkali-kali sampaikan mengenai hilirisasi, industrialisasi. Pentingnya mengurangi impor. Ini sudah enam tahun yang lalu saya perintah, tapi alhamdulillah hari ini meski dalam jangka panjang belum bisa dimulai, alhamdulillah bisa kita mulai hari ini, groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME," ungkapnya saat memberikan acara sambutan groundbreaking proyek DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/01/2022).

Jokowi menyebut, impor LPG Indonesia selama ini sangat besar bisa sekitar Rp 80 triliun dari kebutuhan Rp 100 triliun. Di sisi lain, pemerintah masih memberikan subsidi sekitar Rp 60-70 triliun per tahunnya.

"Pertanyaan saya, apakah ini mau kita lakukan terus-terusan? impor terus? Yang untung negara lain, yang terbuka lapangan kerja juga di negara lain, padahal kita memiliki raw material-nya, yaitu batu bara yang diubah jadi DME," tuturnya.

Seperti diketahui, proyek DME yang diresmikan groundbreakingnya ini merupakan proyek senilai Rp 33 triliun yang dikerjakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat. Adapun investasi untuk pembangunan proyek ini sepenuhnya dilakukan oleh Air Products, sementara PTBA akan beperan memasok batu bara, dan Pertamina sebagai pembeli produk DME nantinya.

Proyek DME di Tanjung Enim ini rencananya beroperasi selama 20 tahun. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.

Dengan masih minimnya potensi pengurangan LPG dari proyek DME yang tengah berjalan tersebut, maka artinya dibutuhkan pengembangan proyek DME lainnya, terutama karena dari sisi cadangan batu bara sebagai bahan baku DME di Tanah Air masih melimpah.

Presiden pun meminta proyek DME ini diperluas di tempat lain.

"Jangan ada mundur-mundur lagi. Dan kita harapkan nanti setelah di sini selesai, dimulai lagi di tempat lain karena ini hanya bisa suplai Sumsel dan sekitarnya, kurang lebih 67 juta KK," tuturnya.

Lantas, berapa besar cadangan batu bara RI? dan bagaimana dengan 'harta karun' lainnya? Simak ulasan CNBC Indonesia berikut ini. Lanjut ke halaman berikutnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Sindir Negara Eropa Beli Batu Bara ke Indonesia

Pages