Pantas Jokowi 'Murka' Ekspor Bijih Bauksit Capai 21 Juta Ton

Pratama Guitarra, CNBC Indonesia
Jumat, 28/01/2022 13:40 WIB
Foto: Pertambangan bauksit PT Aneka Tambang (Antam)‎ (Persero) di Tayan Hilir, Kalimantan Barat (Kalbar), (CNBC Indonesia/Muhammad Choirul Anwar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bolak-balik menekankan kemarahannya di dunia pertambangan, khususnya terkait dengan ekspor mineral mentah. Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia sudah ratusan tahun melakukan ekspor barang mentah tersebut.

Bagi Jokowi, kegiatan ekspor mineral mentah yang terjadi selama ini sangat menguntungkan negara lain. Pasalnya, negara tersebut dapat mengolah bahan mentah dan membuka lapangan pekerjaan untuk banyak orang. Sementara di Indonesia sendiri masih terbuai dengan ekspor mineral mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat minim.

Maka dari itu, untuk mendapatkan keuntungan sendiri, pemerintah tegas akan melarang kegiatan ekspor mineral mentah baik dari yang saat ini nikel, bauksit di tahun 2022 ini dan tembaga pada tahun 2023, serta timah pada tahun 2024.


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mencatat bahwa untuk bijih bauksit saat ini, produksinya mencapai 26 juta ton per tahun. Yang mana Indonesia memiliki cadangan bijih bauksit sampai 42 tahun ke depan.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif membeberkan bahwa pada tahun 2021 bahwa kegiatan ekspor bauksit mencapai 21 juta ton per tahun. Sementara penggunaan domestik hanya 3,6 juta ton.

"Apabila dilakukan pelarangan ekspor untuk bijih bauksit maka akan jadi penumpukan bijih sekitar 17,6 juta ton. Tapi jangan khawatir, dengan rencana smelter bauksit yang direncanakan sedang berjalan, nah kalau semua berjalan lancar tidak akan ada masalah di dalam penumpukan dari bijih bauksit ini," terang Irwandy kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/1/2022).

Belum diketahui, berapa sebenarnya fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit yang ada saat ini. Dan ke depan smelter tersebut akan mampu menyerap berapa banyak dari smelter tersebut.

Yang jelas, Kementerian ESDM menargetkan bisa membangun sebanyak 53 smelter sampai pada tahun 2024. Hal itu untuk mendukung kegiatan pelarangan ekspor baik nikel, tembaga, hingga bauksit dan timah.

Sayangnya dari rencana 53 smelter itu, dalam catatan Kementerian ESDM sampai pada tahun 2021 kemarin baru terbangun sekitar 21 smelter. Adapun di tahun ini Kementerian ESDM menargetkan akan menambah 7 smelter baru. Artinya di tahun 2022 ini penyelesaian smelter baru mencapai 28 dan masih jauh dari target 53 smelter.

Adapun ketujuh smelter yang akan dibangun tahun ini diantaranya adalah: Pertama, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Maluku Utara, sebagai lanjutan dari target tahun lalu yang meleset. Kedua, PT Smelter Nikel Indonesia di Banten, lanjutan dari tahun 2021. Ketiga, PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah sebagai lanjutan tahun 2021.

Keempat, PT Kobar Lamandau Mineral di Kalimantan Tengah. Kelima, PT Well Harvest Winning AR (Fase II) di Kalimantan Barat. Keenam PT Alchemist Metal Indsutry di Maluku Utara. Ketujuh, PT Sebuku Iron Lateritic Ores di Kalimantan Selatan.

"Keseriusan dari pemerintah dan industri harus konsisten dalam bersama sama mewujudkan smelter itu," tandas Irwandy.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bupati Bulungan Ungkap Nasib Proyek Industri Warisan Jokowi