
Kebangetan Banget! RI Tajir Gas Alam, Tapi Kok Impor LPG?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menyimpan 'harta karun' berupa gas alam yang cukup besar, tapi sayang pemanfaatannya di dalam negeri belum optimal. Alih-alih, Indonesia malah memilih menggunakan Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang sumbernya didominasi dari luar negeri alias impor.
Impor LPG RI bisa dikatakan semakin parah, terutama dalam enam tahun terakhir ini, seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan masyarakat, namun tak diimbangi dengan peningkatan produksi dari kilang di dalam negeri.
Berdasarkan data Content Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020, impor LPG pada 2015 mencapai 4,24 juta ton atau sekitar 66% dari total kebutuhan LPG nasional sebesar 6,38 juta ton.
Jumlah impor ini terus meningkat hingga pada akhir 2020 tercatat mencapai 6,4 juta ton atau sekitar 80% dari total kebutuhan 8,02 juta ton.
Impor LPG RI memang terlihat terus meningkat seiring dengan berhasilnya program konversi minyak tanah ke LPG tabung 3 kilo gram (kg) sejak 2007 lalu.
Padahal, Indonesia bisa memanfaatkan 'harta karun' di dalam negeri, salah satunya yaitu gas alam.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), jumlah cadangan terbukti gas alam RI hingga 31 Desember 2021 tercatat mencapai 42,93 triliun kaki kubik (TCF).
Dengan asumsi produksi gas sebesar 6.000 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), maka cadangan terbukti gas ini masih cukup untuk sekitar 19,6 tahun ke depan.
Jumlah cadangan terbukti gas ini masih bisa semakin meningkat, terutama bila kegiatan eksplorasi hulu minyak dan gas bumi (migas) terus digalakkan. Indonesia memiliki 128 cekungan hidrokarbon (basin). Namun sampai saat ini, hanya 20 cekungan yang telah diproduksi, 27 cekungan lainnya sudah dibor dan menemukan potensi cadangan, 12 cekungan sudah dibor tapi tidak menemukan cadangan, dan masih ada 69 cekungan lainnya yang belum sama sekali dibor.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya optimistis potensi migas di Indonesia masih cukup besar bila cekungan hidrokarbon tersebut bisa terus dieksplorasi dan dieksploitasi. Dengan demikian, jumlah cadangan minyak maupun gas di Tanah Air akan semakin meningkat.
"Upaya memenuhi energi masih terus dilakukan dan potensi migas masih cukup besar. Masih sekitar 20 basin yang baru berproduksi di Indonesia, 27 basin pengeboran dan adanya discovery (temuan) dan masih ada hitung-hitungan untuk masuk ke Plan of Development/ PoD (Rencana Pengembangan) dari tingkat keekonomian, dan masih ada 69 basin belum dilakukan pengeboran, sementara 12 basin sudah dibor tapi tidak ada discovery (temuan). Ini potensi yang bisa kita lihat ke depan," paparnya dalam konferensi pers, Senin (17/01/2022).
Sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menjadi andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun merupakan penghasil gas alam. Proyek strategis karena selain besarnya investasi yang dikeluarkan investor, proyek ini juga didominasi oleh produksi gas yang sangat bermanfaat untuk kebutuhan dalam negeri, bukan hanya untuk ekspor.
Beberapa proyek strategis penghasil gas tersebut antara lain proyek gas laut dalam Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur, Lapangan Abadi, Blok Masela di Maluku, Jambaran Tiung Biru di Jawa Timur, hingga Train 3 Kilang LNG Tangguh di Papua Barat.
Adapun total tambahan produksi dari empat proyek strategis nasional penghasil gas ini diperkirakan mencapai 65.000 barel per hari (bph) minyak/kondensat dan 3.484 MMSCFD gas. Perlu diketahui, jumlah salur (lifting) gas rata-rata selama 2021 tercatat "hanya" 5.501 MMSCFD.
Namun sayangnya, dari sisi pemanfaatan gas alam di dalam negeri bisa dikatakan belum optimal.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemanfaatan gas domestik pada 2021 sebesar 66%. Artinya, sebesar 34% sisanya masih diekspor.
Masih minimnya pemanfaatan gas alam di dalam negeri bisa dipicu salah satunya karena masih minimnya infrastruktur pipa gas untuk menyalurkan gas alam ke masyarakat. Pada 2021 jaringan gas pipa (jargas) bertambah sebanyak 126.876 sambungan rumah tangga (SR) di 21 kabupaten/kota.
Adapun total jumlah sambungan jaringan gas pipa pada rumah tangga hingga 2021 tercatat mencapai 799 ribu. Tentunya jumlah ini masih sangat minim dan belum semua provinsi teraliri gas pipa.
Pada 2022 ini pemerintah hanya menargetkan tambahan 40.000 sambungan rumah tangga untuk proyek jargas. Artinya, total rumah tangga tersambung jargas hingga akhir 2022 ditargetkan hanya mencapai 839.000 rumah tangga.
Padahal, bila jargas ini digalakkan dan juga industri/komersial menggunakan gas alam, maka tentunya ini bisa berperan mengurangi pemakaian LPG, dan pada akhirnya bisa berkontribusi mengurangi impor LPG.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indonesia Mau Larang Ekspor Gas? Ini Kata SKK Migas