
Adaro Pertimbangkan Bangun Proyek Pengganti LPG, Kapan Jalan?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Adaro Energy Tbk (ADRO) naga-naganya juga akan mengikuti jejak perusahaan pertambangan batu bara yang lainnya untuk mengembangkan proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) atau gasifikasi batu bara sebagai sumber daya energi pengganti Liquifed Petroleum Gas (LPG).
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pada Senin (24/1/2022), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meresmikan groundbreaking pembangunan gasifikasi batu bara milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang bekerjasama dengan PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemical Inc (APCI) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Selain PTBA, sebagai perusahaan batu bara kakap, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia juga memiliki rencana akan membangun gasifikasi batu bara tersebut. Untuk KPC diproyeksikan proyek 'pengganti' LPG itu bisa jalan pada tahun 2024, sementara Arutmin satu tahun setelah itu.
Nah, Adaro sebagai perusahaan batu bara kakap, yang memiliki produksi batu bara mencapai 52 - 54 juta ton itu juga punya rencana mengembangkan proyek pengganti LPG itu.
"Adaro sedang mempelajari dan mempertimbangkan berbagai project peningkatan nilai dan green business sesuai rencana pemerintah," terang Head of Corporate Communication Adaro, Febriati Nadira kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/1/2022). Maklum, hiliriasi merupakan mandat dari Undang-Undang (UU) No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Sayang Nadira enggan membeberkan kapan pelaksanaan proyek itu akan dimulai, ia hanya bilang pihaknya masih mempelajari dan mempertimbangkan proyek tersebut.
Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), menjabarkan bahwa dalam upaya pemerintah mensubstitusi penggunaan LPG yang saat ini bahan bakunya masih didapat melalui impor, penggunaan gasifikasi batu bara melalui DME menjadi salah satu alternatif.
Maka dari itu, ke depan untuk menarik minat masyarakat dalam hal penggunaan gasifikasi batu bara itu, pemerintah meyakini tidak akan menambah beban tambahan kepada masyarakat. "Kita menjaga masyarakat tidak menambah beban tambahan, tidak ada perubahan harga di masyarakat dibandingkan dengan harga LPG," terang Dadan kepada CNBC Indonesia.
Dadan membeberkan, secara kandungan, penggunaan gas dari gasifikasi batu bara itu lebih rendah ketimbang dari gas LPG atau hanya mencapai 60% dibandingkan LPG, sehingga volume penggunaan gas dari gasifikasi batu bara akan lebih sedikit ketimbang LPG.
"Jadi kalau dibakar dengan kompor yang sama memerlukan jumlah yang lebih banyak atau 1,6 kali-nya. Kami melakukan uji coba modifikasi dari kompor sehingga yang diperlukan dari DME ini hanya 1,3 kalinya dibandingkan dengan LPG," ungkap dia.
Untuk menghasilkan memasak, dalam panas yang sama yakni 1 kg LPG secara keekonomiannya, kata Dadan masih masuk, sehingga tidak ada perubahan dari sisi harga. "Meskipun secara volume akan sedikit lebih banyak atau 30% lebih banyak , tapi buat masyarakat kan harga untuk kebutuhan dalam sebulan misalnya butuh 3 tabung, nanti kebutuhan dari sisi harganya tidak akan ada perubahan. Dari sisi volume saja yang menambah," ungkap Dadan.
Nah, Dadan mengungkapkan bahwa sejatinya pihaknya sudah melakukan uji coba pemanfaatan penggunaan gasifikasi batu bara ke rumah masyarakat. Dia bilang pihaknya sudah melakukan uji coba di Sumatera Selatan. Di sekitar 200 rumah tangga.
"Tidak mengalami hambatan secara pemanfaatan tidak merasakan hal berbeda. Dari dua hal itu kita yakin DME menjadi salah satu alternatif untuk menggatikan bahan bakar LPG yang sebagian besar di impor.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gasifikasi Batu Bara, Jokowi: 'Ciutkan' Subsidi LPG Rp 7 T
