Aneh RI Impor LPG Rp 80 T! Padahal Kaya Sumber Daya ini...

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
25 January 2022 16:40
Pekerja melakukan sejumlah tahap pengisian LPG pada tabung 3 Kg di SPBE (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji), Srengseng, Jakarta, Senin (15/11/2021).  (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pekerja melakukan sejumlah tahap pengisian LPG pada tabung 3 Kg di SPBE (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji), Srengseng, Jakarta, Senin (15/11/2021). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kecanduan impor gas tabung atau Liquefied Petroleum Gas (LPG). Pasalnya, tingkat impor terhadap konsumsi LPG Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2020, tingkat ketergantungan impor LPG mencapai 79,7% di mana impor sebesar 6,4 juta ton. Sementara konsumsi sebesar 8 juta ton.

Tingkat ketergantungan ini sudah naik tinggi dibandingkan satu dekade lalu sebesar 48,9%.

Biaya yang dikeluarkan oleh Indonesia untuk impor LPG tidaklah sedikit. Kisarannya mencapai Rp 80-an triliun, ungkap Presiden Joko Widodo saat peresmian pembangunan atau groundbreaking pabrik gasifikasi batu bara, Senin (24/1/2022).

"Impor kita LPG itu gede banget mungkin Rp 80-an triliun dari kebutuhan Rp 100-an triliun, impornya Rp 80 triliun itu pun juga harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat, karena harganya tinggi sekali, subsidinya Rp 60 triliun - Rp 70 triliun, pertanyaan saya, apakah kita mau lakukan ini terus-terusan?," ujar Jokowi.

Konsumsi LPG semakin meningkat secara nasional sejak keberhasilan konversi minyak tanah ke LPG. Suplai LPG yang dapat diproduksi dari kilang dalam negeri masih belum mencukupi sehingga diperlukan impor, di mana impor tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Padahal, untuk keperluan rumah tangga, LPG bukanlah satu-satunya sumber energi yang bisa digunakan seperti gas bumi, listrik, dan DME

Gas bumi adalah alternatif energi pengganti LPG yang terhubung ke rumah-rumah melalui jaringan gas.

PGN sendiri menargetkan 4 juta sambungan rumah gas bumi pada tahun 2024. Sementara pada tahun 2021, infrastruktur jaringan gas kota telah terbangun 799 rumah tangga tersambung jaringan gas setelah mendapat 127 ribu sambungan rumah, menurut data ESDM.

Biaya gas bumi lewat jaringan gas bumi ini pun tergolong ramah dompet. Untuk pengguna rumah tangga biaya yang dikenakan hanya berkisar Rp 50.000 per bulannya.

Selain itu, penggunaan sumber listrik pun mulai marak di Indonesia sebagai pengganti LPG. Hal ini pun didorong pemerintah lewat program kompor elpiji ke listrik dengan target 2 juta pengguna pada 2022.

Diperkirakan penggunaan energi listrik sebesar Rp 118.000 per bulan, lebih hemat ketimbang gas/ LPG yang ditaksir hingga Rp 147.000 per bulan.

Saat ini pemerintah pun mulai menjalankan pembangunan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai upaya mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Proyek DME ini diperkirakan sudah bisa beroperasi dan mulai disalurkan ke masyarakat paling cepat sekitar pertengahan 2024. Artinya, pembangunan ditargetkan bisa tuntas atau produk bisa mulai didistribusikan ke masyarakat sebelum periode pemerintahan Presiden Jokowi berakhir pada Oktober 2024 mendatang.

Proyek DME pertama yang diresmikan di Tanjung Enim diperkirakan dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun dan menghemat subsidi untuk LPG sebesar Rp 7 triliun.

Menteri BUMN, Erick Thohir menyebutkan, proyek dengan nilai investasi jumbo atau senilai Rp 30-an triliunan ini akan memberikan penghematan cadangan devisa hingga mencapai Rp 9,7 triliun per tahun.

Sudah saatnya pemerintah fokus mengembangkan infrastruktur energi pengganti LPG seperti gas bumi, listrik, dan DME. Dengan demikian, ketergantungan bisa berkurang dan biaya impor bisa ditekan. Lagi pula Indonesia kaya sumber energi yang bisa dimanfaatkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Stok LPG Pertamina Sebelum Diganti "LPG" Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular