Dapat Restu DPR, Sub Holding PLN Harus Tertutup Kepentingan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VI DPR RI selaku komisi yang mengawasi sektor kelembagaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan restu dalam reformasi di tubuh PT PLN (Persero) dalam hal ini pembentukan holding dan sub holding.
Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza mengatakan, pihaknya setuju dengan adanya pembentukan sub holding PLN.
"Karena banyak alasan, salah satunya sekarang ini sudah terlalu besar beban yang dimiliki PLN dan sub holding jadi jalan keluar agar PLN menjadi lebih sehat lagi," jelas Faisol kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (21/1/2022).
Seperti diketahui, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melakukan transformasi besar-besaran di tubuh PT PLN (Persero).
Salah satunya dengan membentuk holding dan sub holding, yang mana PLN sendiri akan bertindak sebagai holding mengurus transmisi listrik. Sementara sub holdingnya merupakan bagian dari pembangkit-pembangkit milik PLN.
Menurut Faisol, dengan adanya sub holding pembangkit untuk pemenuhan bahan baku operasional PLN akan membuat kinerja perusahaan pelat merah itu menjadi efisien.
"Kita tahu bahwa hari ini banyak handicap (rintangan) untuk memenuhi bahan baku keperluan ini. Secara keseluruhan sudah harus melakukan restrukturisasi dalam arti membentuk sub holding yang lebih sehat, lebih lincah, dan lebih efisien," ujarnya.
Yang penting, kata Faisol, dalam pembentukan holding dan sub holding ini, PLN tetap harus mempertahankan basis bisnis utamanya untuk menjalani tugas negara melistriki rakyat Indonesia.
"Pembentukan sub holding ini tetap mengacu dari perintah Presiden (Joko Widodo) terkait tarif dasar listrik untuk tidak naik di masa sekarang," jelas Faisol.
"Beban masyarakat sudah sedemikian berat karena adanya inflasi, dan jangan sampai ditambah dengan (naiknya) tarif dasar listrik ini," kata Faisol melanjutkan.
Selain itu, pembentukan sub holding juga tetap harus memperhatikan target-target yang sudah tertuang di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
"Jangan sub holding PLN ini menjadi pintu masuk banyaknya kepentingan yang selama ini sudah dikurangi sejak diterbitkannya RUPTL. Karena kita tidak tahu kepentingan-kepentingan ini, apakah untuk kelompok bisnis semata atau negara," imbuhnya.
Sebelumnya, Anggota DEN Satya Widya Yudha berpandangan, pembentukan sub holding PLN semestinya bisa dijalankan sebagai dua fungsi yang berbeda. Di mana satu sub holding khusus penugasan negara atau public service obligation dan satu lagi untuk mencari keuntungan.
Adanya pemisahan sub holding khusus PSO dan mencari keuntungan tersebut, PLN bisa berkompetisi untuk bisa mengambil keuntungan, sekaligus bisa memberikan harga listrik dengan harga terjangkau.
Dengan demikian, kata Satya, PLN sebagai korporasi bisnis sekaligus yang juga menjalankan tugas negara harus seimbang. Mengingat adanya beban utang PLN yang berat, maka lewat sub holding ini melakukan IPO menjadi sah-sah saja.
"Sehingga tugas PLN sebagai korporasi untuk melistriki rakyat tidak boleh hilang. Menurut saya, karena ada beban utang PLN yang berat, maka tujuan untuk IPO boleh saja, asal saham terbesar atau mayoritasnya masih dimiliki oleh PLN," jelas Satya kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/1/2022).
Selagi tugas PSO tidak ditinggalkan, rakyat kecil masih bisa menikmati harga listrik yang baik, tidak menimbulkan inflasi, menurut Satya pembentukan sub holding menjadi sangat wajar untuk dilakukan.
Lagi pula, dengan pembentukan sub holding PLN ini akan membuat PLN menjadi lebih transparan, karena selama ini publik tidak tahu persis apakah operasional PLN cukup efisien atau tidak, karena seringkali ditutupi dengan subsidi atau kompensasi dari pemerintah.
"Makanya itu dipisahkan, yang tugas PLN untuk menjaga harga listrik untuk masyarakat bawah dipisahkan, dengan tugas PLN selaku korporasi yang supaya menjalankan usahanya dan mendapatkan keuntungan dan kompetitif," kata Satya melanjutkan.
(pgr/pgr)