Wamen BUMN Blak-Blakan Pembentukan Sub Holding PLN, Simak!

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri BUMN I, Pahala Mansury mengungkapkan alasan di balik pembentukan holding dan sub holding PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero).
Pahala mengungkapkan, ada beberapa tujuan mengapa pembentukan holding dan sub holding harus dilakukan. Pertama, mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), di mana akan menerapkan proporsi lebih banyak energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik di Indonesia.
Dalam menuju transisi energi tersebut, kata Pahala dibutuhkan modal yang cukup besar. Sementara beban utang yang dimiliki PLN dengan total lebih dari Rp 500 triliun tidak bisa membuat PLN untuk menambah utang baru.
"Kondisi PLN harus kuat, sustainable, dan PLN memiliki total kewajiban Rp 500 triliun. Yang sedang dilakukan adalah upaya untuk menurunkan total kewajiban mereka, [...] sambil meningkatkan sustainability (finansial di PLN)," jelas Pahala dalam Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (24/1/2022).
Di samping itu, adanya pembentukan holding dan sub holding juga diharapkan bisa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam upaya menyalurkan listrik, bahkan hingga di luar transmisi listrik dalam hal ini 'Beyond kWh'.
Adapun Beyond kWh yang dimaksud Pahala, merupakan kegiatan bisnis yang bisa dikembangkan oleh PLN di luar listrik. Seperti misalnya kabel dan fiber optic-nya.
"PLN bisa memberikan pelayanan beyond kWh untuk memperbaiki terus kondisi keuangan, pengembangan pembangkit, dan meningkatkan kualitas ke masyarakat. Ini momentum baik bagi PLN untuk transformasi ke depan," jelas Pahala.
Di samping itu, pembentukan holding dan sub holding PLN ini juga, dimaksimalkan agar PLN bisa secara transparan kepada publik mengenai kinerjanya. Artinya, melalui holding dan sub holding ini, masyarakat bisa mengetahui bagaimana upaya PLN dalam melakukan efisiensi kinerjanya.
Seperti diketahui PLN sebagai satu-satunya perusahaan yang bertugas menyalurkan listrik ke masyarakat atau sebagai public service obligation (PSO), juga sekaligus korporasi untuk mendapatkan keuntungan, seringkali tertutupi karena adanya subsidi atau kompensasi dari pemerintah.
"Untuk memastikan ada transparansi kinerja, sehingga setiap bagian holding dan sub holding memiliki fokus kinerja mereka. Bukan hanya keuangan tapi dalam hal kualitas pelayanan ke masyarakat, kepastian mengenai pasokan listrik, dan tingkat elektronifikasi," jelas Pahala.
Sebagai gambaran, beberapa waktu lalu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengumumkan rencana terkait dijadikannya PT PLN (Persero) sebagai holding untuk bisnis transmisi dan listrik.
Sementara itu lini bisnis lainnya akan dikonsolidasi dalam dua sub holding sebagai anak usahanya dengan fokus masing-masing dalam bisnis pembangkit dan untuk bisnis perseroan lainnya, selain transmisi dan pembangkit.
Dalam konferensi pers di Gedung Kementerian BUMN, Rabu (19/1/2022), Erick Thohir menjelaskan, nantinya sebagai holding PLN akan fokus pada bisnis transmisi listrik dan untuk sementara juga akan mengurusi urusan pemasaran listrik.
Sedangkan untuk urusan pembangkit listrik akan diserahkan kepada sub holding yang nantinya akan berdiri sendiri. Termasuk untuk nantinya pengembangan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan.
Nah, untuk urusan value chain dan rantai pasok kelistrikan, kata Pahala baik itu pembangkit dan ritel atau pelayanan kepada masyarakat akan terpisah. Bahkan dalam pengembangan Beyond kWh juga akan terpisah.
"Rantai pasok ini betul-betul memberikan pelayanan terbaik ke masyarakat dan memberikan kinerja yang sebaik-baiknya. Ini tujuan utama," jelas Pahala.
"Bagian kinerja pengembangan investasi lebih baik lagi, pengembangan investasi EBT dan termasuk upaya-upaya untuk bisa melakukan percepatan transisi energi ini dengan lebih baik lagi," kata Pahala melanjutkan.
Pembahasan Ditargetkan Selesai April 2022
Pahala memastikan pihaknya bersama dengan otoritas terkait sampai saat ini masih melakukan kajian mengenai pembentukan holding dan sub holding PLN tersebut.
Di mana pada awal 2022 ditargetkan hasil kajian sudah bisa diselesaikan. "Gimana komposisi ini dilakukan dan bisa diselesaikan Triwulan II-2022 atau selambat-lambatnya di bulan April tahun ini," ujarnya.
Berkaca dari pelaksanaaan holding dan sub holding perusahaan-perusahaan listrik di negara lain. Serta berkaca dari pembentukan sub holding PT Pertamina (Persero) dibutuhkan hitung-hitungan yang cermat.
Mengingat pembangkit listrik PLN saat ini tidak semuanya dimiliki PLN, karena beberapa juga ada yang dikerjakan melalui pembangkit swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Ditambah organisasi yang menjadi dalam holding dan sub holding ini terdapat sumber daya manusia (SDM) yang juga harus dipikirkan.
"Gimana SDM dan organisasinya, butuh relokasi dalam hal ini enam sampai sembilan bulan mendatang, perlu kita kaji dan lihat. Kami optimistis pelaksanaannya legal dan state-nya (payung hukum) bisa selesai di 2022," jelas Pahala.
Terpenting, kata Pahala sub holding transmisi, distribusi, dan ritel akan menjadi fokus utama pengembangan PLN kedepannya untuk memberikan elektrifikasi ke masyarakat dan meningkatkan demand listrik ke depannya.
"Karena tantangannya tiga sampai empat tahun ke depan meningkatkan demand dan lima sampai enam tahun ke depan diperkirakan demand akan masuk secara signifikan," jelasnya.
Pada 2022 ini saja, pasokan ke sistem PLN melalui skema IPP akan masuk tambahan sebanyak 7,4 Giga Watt dan hal tersebut bisa memastikan bahwa peningkatan demand dari waktu ke waktu tidak mempengaruhi kondisi di PLN.
"PLN bisa memastikan dari sisi industri, rumah tangga, dan memastikan kondisi keuangan," tuturnya.
[Gambas:Video CNBC]
Apa Dampak Sub Holding PLN Ke Masyarakat, Tarif Bisa Turun?
(pgr/pgr)