
Simak, Fakta-Fakta Lumpur Lapindo Menyimpan 'Harta Karun'!

Jakarta, CNBC Indonesia - Lumpur Lapindo akibat semburan gas di Sidoarjo, Jawa Timur, ternyata terindikasi mengandung 'harta karun'. Hal ini diungkapkan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono membeberkan indikasi ini dan penelitian pun tengah dilakukan Badan Geologi terkait kandungan mineral di lumpur Lapindo ini. Tak tanggung-tanggung, lumpur ini terindikasi mengandung logam super langka alias Logam Tanah Jarang (LTJ) atau rare earth element.
Lantas, apa saja yang perlu diketahui terkait 'harta karun' di lumpur Lapindo ini? Berikut ulasan CNBC Indonesia.
- Diteliti Sejak 2020
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono mengungkapkan bahwa pihaknya sudah sejak tahun 2020 melakukan penyelidikan terkait dengan adanya 'harta karun' super langka itu atau mineral logam tanah jarang di Lumpur Lapindo, Sidoarjo itu.
- Mengandung Logam Tanah Jarang
Eko juga menyebut bahwa ada indikasi logam tanah jarang di lumpur ini, namun jumlahnya tak begitu besar.
Seperti diketahui, logam tanah jarangĀ memiliki banyak manfaat dan bisa digunakan sebagai bahan baku dari berbagai peralatan yang membutuhkan teknologi modern saat ini, antara lain sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.
Berdasarkan data survei Badan Geologi Kementerian ESDM tahun 2009 - 2020, tercatat saat ini untuk logam tanah jarang sendiri terdapat di Tapanuli, Sumatera Utara sekitar 20.000 ton. Lalu, di Bangka Belitung ada mineral monasit yang mengandung logam tanah jarang, dan monasit ini dijumpai bersama endapan timah dengan sumber daya sekitar 186.000 ton.
Kemudian, di Kalimantan, ada kajian di Kalimantan Barat potensi logam tanah jarang dalam bentuk laterit 219 ton dan Sulawesi 443 ton.
Mengutip buku "Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia" yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM 2019, logam tanah jarang (LTJ) merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk "critical mineral" yang terdiri dari kumpulan dari unsur-unsur scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).
- Mengandung Logam Mineral Kritis
Eko menyebut, selain terindikasi mengandung logam tanah jarang, di dalam lumpur Lapindo ini juga terindikasi mengandung logam mineral kritis (CRM) yang jumlahnya lebih besar dibandingkan logam tanah jarang.
"Tahun 2020 penyelidikan di sana, dan teman-teman kami terlibat dan lakukan kajian secara umum di Sidoarjo. Dan ada indikasi logam tanah jarang ini, selain logam tanah jarang ada logam raw critical material yang jumlahnya lebih besar dari logam tanah jarang," ungkapnya saat konferensi pers, Jumat (21/01/2022).
Tim Humas Badan Geologi Kementerian ESDM menjelaskan lebih lanjut bahwa salah satu kandungan langka yang ada di lumpur Lapindo adalah mineral-mineral yang termasuk kategori mineral kritis (CRM), yaitu Litium (Li) dan Stronsium (Sr).
Litium juga bisa digunakan sebagai bahan baku untuk baterai kendaraan listrik maupun pembangkit berbasis energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
- Bisa buat Bahan Baku Tembikar, Bata, dan Genteng
Tim Humas Badan Geologi juga menyebut bahwa lumpur Lapindo ini juga bisa dimanfaatkan untuk bahan baku tembikar, bodi keramik, bata, dan genteng.
- Perlu Penyelidikan Lebih Lanjut
Humas Badan Geologi menyebut bahwa potensi kandungan mineral dalam lumpur Lapindo ini secara keekonomiannya masih dalam tahap penyelidikan umum, sehingga perlu penyelidikan lebih lanjut agar data bisa lebih aktual.
"Kandungan Litium di lumpur Lapindo memiliki kadar 99,26-280,46 ppm, dan Stronsium dengan kadar 255,44 - 650,49 ppm. Potensi Mineral Ekonomis masih dalam tahap penyelidikan umum, sehingga data belum akurat karena secara umum masih menggunakan hasil penyelidikan tahap awal yang belum rinci dan terbatas pada kedalaman dangkal," tulis keterangan resmi Tim Humas Badan Geologi, Sabtu (22/1/2022).
Penyelidikan terkait 'harta karun' di lumpur Lapindo sudah dilakukan Badan Geologi Kementerian ESDM sejak 2020. Kemudian, pada 2021 Badan Geologi mulai mengkaji secara detail temuan mineral super langka di sana.
Hasil penyelidikan awal kandungan lumpur Lapindo akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan target area untuk penyelidikan potensi lanjutan. Nantinya, studi karakterisasi dan ekstraksi Litium serta Stronsium di lumpur Lapindo akan dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA), sebuah unit kerja di bawah Kementerian ESDM.
"Dari hasil analisis Lab, kadar LTJ cukup rendah, dengan kadar tertinggi pada unsur Cerium (Ce). Selain pertimbangan keekonomian yaitu pemanfaatan Lumpur Sidoarjo sebagai potensi mineral ekonomis, penanganan/pengelolaan lumpur juga untuk meminimalisir risiko keberadaannya (hazard to resources)," ujarnya.
Temuan Litium dan Stronsium pada lokasi lumpur Lapindo baru berasal dari area tertentu. Kawasan yang menjadi sumber temuan ini memiliki kedalaman 5 meter. Bukan tidak mungkin, temuan lanjutan terkait 'harta karun' di bawah lumpur Lapindo akan bertambah nantinya.
"Perlu dilakukan penyelidikan yang lebih terperinci untuk mendapatkan data yang lebih detail dan pasti terkait jumlah sumber daya Litium dan Stronsium pada kandungan lumpur Sidoarjo," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bawa Tim Ahli, Minarak Kaji 'Harta Karun' di Lumpur Lapindo
