Mobil-Mobil Jepang Paling Diuntungkan Gegara Diskon Pajak
Jakarta, CNBC Indonesia -Pemerintah memperpanjang program relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) hingga tahun 2022. Meski diberikan bersyarat dengan rentang waktu tertentu, PPnBM dinilai strategis bagi mobil-mobil keluaran agen pemegang merek (APM) Jepang.
Data Gaikindo menunjukkan, penjualan mobil di Indonesia tahun 2021 mencapai 887.202 unit. Dimana, 3 merek dengan penjualan terbesar adalah Toyota sebanyak 296.740 unit, Daihatsu sebanyak 164.908 unit, dan Mitsubishi menjual 144.123 unit. Ketiga merek tersebut adalah mobil keluaran Jepang.
Tahun 2020, penjualan Toyota adalah 162.203 unit, Daihatsu sebanyak 90.724 unit, dan Mitsubishi 79.265 unit. Ketiga merek tersebut juga menguasai penjualan mobil di Indonesia tahun 2020, atau saat diskon PPnBM hingga 100% belum berlaku.
"Mobil-mobil Jepang mencoba bertahan dengan PPnBM. Senioritas membuat mobil-mobil Jepang memenuhi TKDN yang sesuai syarat pemerintah sehingga diuntungkan PPnBM. Di tengah kompetisi dengan mobil-mobil China dan Korea Selatan yang TKDN-nya lebih rendah," kata pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/1/2022).
Seperti diketahui, PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) 100% diberikan hanya untuk mobil di kelas LCGC untuk kuartal pertama 2022. Besaran diskon menyusut tiap kuartalnya hingga pada kuartal keempat diskon tidak lagi berlaku.
Kemudian, relaksasi PPnBM 50% diberikan untuk mobil dengan harga Rp200-250 juta, itu pun hanya untuk kuartal-I ini.
Sesuai ketentuan, program PPnBM DTP diberikan untuk mobil yang memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 70%.
"Saat ini konsumen membeli mobil dengan pertimbangan experience, bukan lagi brand. Dengan uang sekian sudah mendapat value yang sesuai harapannya, soal fitur, desain, teknologi. Dan, mobil keluaran China saat ini lebih advance. Mobil-mobil China menawarkan experience pengendara dengan fitur teknologi, dia menyenangkan user," kata Yannes.
Hal itu, lanjut dia, mendorong penetrasi mobil-mobil China di pasar dalam negeri. Yang kemudian disusul Korea Selatan.
"Mobil-mobil China dan Korea Selatan juga berani memberikan garansi lebih tinggi, tanpa persyaratan yang memberatkan konsumen. Terms and condition garansi mobil Jepang itu rumit dan banyak bolongnya, konsumen sudah stres duluan. Akhirnya, orang lebih memilih Wuling Almaz yang harganya hampir setengah Fortuner, tapi fiturnya lebih di atas," kata Yannes.
Karena itu, ujar dia, Jepang memanfaatkan strategi tariff barrier.
"Jepang berkolaborasi dengan pemerintah, dia main di PPnBM. Karena dari sekian syarat PPnBM, mobil-mobil Jepang strategis diuntungkan. China yang relatif masih baru, tentu butuh waktu untuk membangun jaringan di sini. Karena itu, harga mobil-mobil Jepang itu bukan riil pasar," ujar dia.
Berbeda dengan China, lanjut Yannes, Korea Selatan menyiasati persaingan dengan mendatangkan semua rantai produksinya ke Indonesia.
"Hyundai yang akan membangun mobil listrik, bekerjasama dengan LG Chemical dan akan memproduksi baterai padatnya di sini. Tentu saja ini terobosan. Sementara, Jepang yang sudah lebih dulu di Indonesia. Karena, Jepang memang pelit bagi-bagi teknologi. Padahal, konsumen sudah semakin rasional," kata Yannes.
Menurut Yannes, meski belum didukung kultur dan rantai pasok di dalam negeri, langkah China dan Korea Selatan bersaing di pasar mobil RI terbukti serius, berhadapan dengan Jepang yang sudah puluhan tahun di Indonesia.
(dce/dce)