Nasib Petani, Masih Harus Bayar Mahal Pangan dan Pupuk

damiana cut emeria, CNBC Indonesia
14 January 2022 15:45
FILE PHOTO: Workers spray fertilizer in a sugar cane field in Zacatepec de Hidalgo, in Morelos state, Mexico, May 31, 2017.   REUTERS/Edgard Garrido/File Photo                      GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD
Foto: REUTERS/Edgard Garrido

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga pupuk nonsubsidi diakui bakal mengganggu produksi gula nasional. Pasalnya, lonjakan harga yang signifikan menyebabkan petani menekan biaya dengan mengurangi pemberian pupuk.

"Saat awal pandemi Covid-19, kegiatan panen tebu dan produksi di pabrik gula (PG) sempat terganggu. Karena PSBB dan kewajiban swab, waktu itu kan masih mahal, petani nggak sanggup. Di tahun 2021, mobilitas dilonggarkan, tapi banyak buruh tebang yang positif Covid-19. Tahun ini, tantangannya dari harga bahan pangan dan pupuk. Bahan pangan pokok mahal berpengaruh juga ke petani, harga pupuk tinggi bikin input produksi gula jadi tinggi," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Gula (Ikagi) Aris Toharisman kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/1/2022).

Akibatnya, kata dia, petani kemungkinan akan mengurangi pemberian pupuk. Yang akan berdampak pada kualitas tebu, sehingga mempengaruhi rendemen dan produksi gula.

"Input produksi tinggi, produktivitas jadi tidak maksimal. Belum lagi biaya tenaga kerja naik. Ini akan mengeskalasi biaya di petani naik 40-60%. Karena biaya pupuk itu bisa mencapai Rp5 juta per ha, atau sekitar 30% dari biaya tanaman," kata Aris.

Menurut dia, petani tebu di Jawa kebanyakan menggunakan pupuk ZA, sedangkan luar Jawa memakai pupuk Urea.

"Total konsumsi pupuk per hektare bisa mencapai 800 kuintal hingga 1,2 ton dalam bentuk ZA, NPK, dan KCl. Harga ZA naik dari Rp3.000 per kg jadi Rp5.100 per kg," ujar dia.

Power lines supplying electricity by stated owned Eskom run through sugar cane fields on a Tongaat Hulett farm in Shongweni, South Africa April 29, 2018. REUTERS/Rogan WardFoto: REUTERS/Rogan Ward
Power lines supplying electricity by stated owned Eskom run through sugar cane fields on a Tongaat Hulett farm in Shongweni, South Africa April 29, 2018. REUTERS/Rogan Ward

Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santoso mengatakan, lonjakan harga pupuk dipicu naiknya harga gas, yang merupakan bahan baku.

Mengutip indekxmundi.com, harga urea di bulan Juni 2021 adalah US$393,25 per metrik ton, lalu melonjak jadi US$900,50 per metrik ton. Pada saat bersamaan, harga LNG Indonesia adalah US$9,62 per MMBTU di Juni 2021, melonjak jadi US$12,77 per MMBTU.

Puncaknya, saat harga LNG Indonesia naik 8,22% di bulan Oktober 2021, harga Urea melonjak 65,97% di pasar internasional.

Tidak hanya di Indonesia, lonjakan harga ini sempat memicu krisis urea di Korea Selatan pada tahun 2021.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anomali! Harga Gula Tak Biasanya Ngamuk di Awal Tahun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular