Panas! DPR Tolak Harga DMO Batu Bara Setara Harga Pasar

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah saat ini berencana untuk mengubah skema harga batu bara untuk kebutuhan di dalam negeri (Domestik Market Obligation/DMO) disesuikan dengan harga pasar. Usulan tersebut ditolak beberapa anggota Komisi VII DPR.
Anggota Komisi VII DPR, Kardaya Warnika berpandangan jika harga DMO batu bara disesuaikan dengan harga pasar akan berimbas kepada kenaikan tarif dasar listrik (TDL) di masyarakat.
"DMO ini kaitannya dengan harga dan biaya PT PLN, kaitannya dengan dengan subsidi. Kalau pakai harga pasar berarti itu tidak ada DMO lagi," jelas Kardaya saat rapat kerja dengan Kementerian ESDM, Kamis (13/1/2022).
Padahal menurut Kardaya, DMO harus mengedepankan asas keadilan dan kemakmuran untuk masyarakat luas. Masalahnya DMO batu bara berkaitan dengan biaya pembangkitan listrik PT PLN (Persero) ke depannya.
Jangan sampai masyarakat yang menjadi korban atas wacana kebijakan pemerintah tersebut.
"Urusan DMO harus dibicarakan dan disetujui di ruangan ini. Karena itu masalah subsidi dan biaya pembangkitan dan ujung-ujungnya adalah tarif listrik akan naik dan yang akan sengsara rakyat," ujarnya.
Adanya krisis batu bara di tubuh PLN ini, menurut Kardaya menjadi momentum untuk mereview kelistrikan di tanah air, termasuk tata kelola bisnis PLN.
Oleh karena itu, Kardaya mengusulkan agar harga DMO batu bara formulanya diubah, bukan mengikuti harga pasar namun gap antara harga DMO batu bara US$ 70 per ton dengan harga batu bara di pasar tidak terlalu jauh.
"Saya usul DMO formulanya diganti, tidak dipatok tapi sekian persen dari harga market. Clearnya 25% dari market. Dengan demikian, gak ada masalah kalau harga (di pasar) tinggi, perusahaan lari dan kalau (harga batu bara di pasar rendah), berbondong-bondong mendekati PLN," ujarnya.
"Kalau tidak (di-review) saya percaya akan terjadi lagi. Ini tanggung jawab pemerintah dan tanggung renteng. Komisaris juga harus bertanggung jawab, mereka digaji negara untuk mengawasi dan kalau tiba-tiba kena krisis dan lapor apa-apa ke pemerintah, apa kerjanya komisaris," tuturnya.
Seperti yang diketahui, pemerintah tengah menyiapkan skema baru untuk menangkal krisis batu bara yang dihadapi oleh PT PLN. Yang saat ini sedang dibahas adalah, solusi suplai batu bara dalam negeri melalui skema Badan Layanan Umum (BLU) untuk pungutan batu bara.
Dalam skema BLU itu, kelak PT PLN (Persero) akan mengikat kontrak dengan beberapa perusahaan batu bara yang memiliki spesifikasi batubara sesuai dengan kebutuhan PLN. Nilai harga kontrak akan disesuaikan per tiga atau enam bulan sesuai dengan harga pasar yang berlaku.
Kemudian, PLN membeli batubara sesuai harga pasar saat ini US$ 62 per ton untuk kalori 4.700 Kcal. PLN akan menerima subsidi dari BLU untuk menutup selisih antara harga pasar dengan harga berdasarkan acuan US$ 70 per ton.
Lalu, selisih antara harga yang diberikan PLN dan harga market batu bara akan diberikan oleh BLU melalui iuran yang diterima dari perusahaan batu bara. Besaran iuran akan disesuaikan secara periodik berdasarkan selisih antara harga pasar yang dibeli PLN dan US$ 70 per ton.
Senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKB, Ratna Juwita. "Saya sepakat dengan Pak Kardya. Penetapan harga DMO sepatutnya tetap mempertimbangkan asas keadilan dan proposionalitas. Artinya negara sebagai pemilik yang mewakili masyarakat harus memiliki privillage dengan harga di bawah pasar," tutur Ratna.
[Gambas:Video CNBC]
Simak! Ini Alur Pembelian Batu Bara PLN Jika Pakai Skema BLU
(pgr/pgr)