Ngeri...Kedelai 'Terbang' 100%, Tahu-Tempe Terancam Langka!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 January 2022 16:45
Suarso (68) menyelesaikan pembuatan tempe di kawasan Jakarta, Rabu (15/12/2021). Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan, ketersediaan kedelai untuk bahan baku tempe dan tahu dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan Natal 2021 dan tahun baru 2022. Bahkan, Kemendag memperkirakan pasokan kedelai akan terjaga sampai kuartal I 2022.“Pasokan kedelai dari negara eksportir cukup baik. Saat ini negara produsen tengah memasuki masa panen, sehingga kami optimis pasokan kedelai akan cukup hingga kuartal pertama 2022,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan dikutip dari website resmi Kementerian Perdagangan.
Namun, ia tak merinci berapa jumlah pasokan kedelai yang tersedia saat ini. Ia hanya menyatakan dengan kecukupan pasokan itu, pihaknya memperkirakan harga kedelai stabil.
Sementara itu berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai dunia pada akhir November 2021 di sekitar USD12,17 per bushels atau setara USD446 per ton, turun dibanding awal Juni 2021 yang tercatat sebesar US$15,42 per bushel setara US$566 per ton.
Foto: Pembuatan tempe (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kedelai saat ini sudah membuat pabrikan tahu dan tempe gerah. Bayangkan saja, uang yang harus dirogoh untuk membeli bahan baku hampir 2x lipat dari yang ada pada waktu normal. Akibatnya, produksi tahu tempe mulai disiasati agar tidak memberatkan biaya.

"Harga kedelai Rp11.000 ke atas per kg atau Rp12.000 kg dari sebelumnya yang hanya Rp9.000 per kg," kata pengelola Pabrik tahu Haji Ujang di Mampang Prapatan, Rabu (12/1/22).

Di waktu normal, harga kedelai hanya berkisar di angka Rp6.000 per kg hingga Rp7.000 per kg. Artinya banderol hari ini sudah hampir dua kali lipat. Dengan demikian, maka harus ada strategi khusus agar tidak rugi.

"Produksi tahu masih sama, tapi produsen dengan kenaikan harga maka menjual produk ke konsumen jauh lebih tinggi dari biasanya. Ditambah stok minyak goreng untuk produksi terbatas," sebutnya.

Harga kedelai sudah membuat perajin tahu dan tempe kian menjerit. Tingginya banderol komoditas ini memaksa perajin untuk pintar-pintar dalam memproduksi, jika tidak maka bakal mengalami kerugian. Salah satu caranya adalah mengatur ukuran kedelai.

Penjual gorengan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Penjual gorengan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Penjual gorengan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

"Kita siasati dengan mengecilkan ukuran, kalau untuk menaikkan harga kemungkinan susah, tetap mengecilkan ukuran dan pasrah, nunggu kapan bisa turun lagi," kata Ketua Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan Indonesia (SPTP I) Jakarta Barat, Mu'alimin kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (10/1/22).

Kesulitan yang dimaksud karena kerap mendapatkan protes dari pedagang maupun pembeli di pasar. Padahal, harga produksi sudah naik pesat.

Perajin pun harus memutar otak untuk tetap menjaga keseimbangan dengan mengurangi produksi. Di sisi lain, margin keuntungan pun harus lebih ditekan.

"Pasti menurunkan produksi, misalnya tadinya 50 kg dibikin 45 kg tapi jadinya kaya 50 kg, pintar-pintar perajin produksinya," sebut Mu'alimin.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahu Tempe Terancam Langka, Berapa Banyak RI Impor Kedelai?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular