
Blak-blakan Perajin Tahu - Tempe Gegara Kedelai Mahal

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kedelai sudah membuat perajin tahu dan tempe kian menjerit. Tingginya banderol komoditas ini memaksa perajin untuk pintar-pintar dalam memproduksi, jika tidak maka bakal mengalami kerugian. Salah satu caranya adalah mengatur ukuran kedelai.
"Kita siasati dengan mengecilkan ukuran, kalau untuk menaikkan harga kemungkinan susah, tetap mengecilkan ukuran dan pasrah, nunggu kapan bisa turun lagi," kata Ketua Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan Indonesia (SPTP I) Jakarta Barat, Mu'alimin kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (10/1/22).
Kesulitan yang dimaksud karena kerap mendapatkan protes dari pedagang maupun pembeli di pasar. Padahal, harga produksi sudah naik pesat.
Saat ini perajin harus membeli kedelai dengan harga Rp 1.050.000/kuintal, atau Rp Rp 10.500/kg, padahal harga normalnya di kisaran Rp 6.000 per kg hingga Rp 7.000 per kg. Artinya, ada kenaikan hampir dua kali lipat.
![]() Penjual gorengan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
Perajin pun harus memutar otak untuk tetap menjaga keseimbangan dengan mengurangi produksi. Di sisi lain, margin keuntungan pun harus lebih ditekan.
"Pasti menurunkan produksi, misalnya tadinya 50 kg dibikin 45 kg tapi jadinya kaya 50 kg, pintar-pintar perajin produksinya," sebut Mu'alimin.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syaifuddin menyebut salah satu aspek biaya produksi yang bisa dikurangi adalah bahan bakar.
Sempat bertemu Presiden Joko Widodo pada awal tahun 2020 lalu, Aip sudah menyampaikan agar perajin tahu tempe juga bisa menjadi agen elpiji dengan tujuan menekan biaya.
Ia mengklaim, Jokowi juga sudah setuju dengan usulan tersebut. Namun, hingga kini belum terlaksana karena tidak ada tindak lanjut dari instansi terkait. Ia pun sudah menyurati beberapa pihak berwenang, namun tidak ada respons, termasuk dari Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Kami minta Presiden supaya elpiji gas 3 kg kami bisa ditunjuk sebagai agen, karena harga dari Pertamina di Rp 14 ribu-15 ribu, padahal kami beli Rp 20 ribu ke atas, buat kami 5 ribu itu penting. Sampai sekarang sudah bikin surat resmi ke Pertamina komisaris utama, Ahok, Direksi. Presiden setuju tapi bawahnya nggak tahu, nggak kelihatan," kata Aip.
Permintaan itu tidak lepas dari cara perajin dalam memproduksi tahu dan tempe tersebut. Selama ini, mereka lebih sering menggunakan alat bakar sederhana, namun cara itu memiliki banyak dampak negatif.
"Bahan bakar tahu tempe selama ini kaya pohon-pohon atau ranting, terpaksa pakai plastik dibakar, itu merusak alam dan nggak sehat. Jadi Ini bukan untuk diperjualbelikan, tapi memang untuk dipakai oleh perajin sendiri, agar biayanya bisa ditekan," sebut Aip.
Berkaca dari kejadian tahun lalu dimana perajin sampai melakukan mogok produksi, hal tersebut juga bisa kejadian di tahun ini jika harga kedelai masih terus tinggi.
"Awal tahun lalu, Januari, kita mogok produksi. Saya lagi mikir, teman-teman mau mengajak seperti itu, tapi saya bilang jangan lah, kasihan ini masyarakat Indonesia lagi ada Covid, biar kami teriak-teriak ke pemerintah minta bantuan gimana ini solusinya," kata dia.
Suara untuk mogok justru datang dari akar rumput kalangan perajin. Tujuannya agar pemerintah menaruh perhatian dan segera menindaklanjuti persoalan tersebut. Namun, bukan hal mudah karena ratusan juta masyarakat Indonesia mengonsumsi dua komoditas itu.
Meski demikian, perajin akan bertindak tegas jika tidak ada pergerakan berarti dari pemerintah. Pasalnya, banyak perajin yang terancam bangkrut karena himpitan kondisi. Mereka pun memberi deadline atau tenggat batas waktu.
"Saya masih tunggu sampai akhir bulan ini, kalau nggak ada komen atau bantuan konkrit, baru saya teriak bikin press rilis kami akan mogok karena pemerintah nggak membantu. Tanggal 20 mau rapat koordinasi seluruh Indonesia, nanti hasilnya sikap kita gimana, mau mogok apa gimana," sebut Aip.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahu Tempe Terancam Langka, Berapa Banyak RI Impor Kedelai?