Internasional

Ramai-ramai Menteri-menteri Arab 'Menghadap' China, Ada Apa?

sef, CNBC Indonesia
10 January 2022 16:30
Penampil berpakaian seperti petugas penyelamat berkumpul di sekitar bendera Partai Komunis selama pertunjukan gala menjelang peringatan 100 tahun berdirinya Partai Komunis China di Beijing (28/6/2021). (AP Photo/Ng Han Guan)
Foto: Penampil berpakaian seperti petugas penyelamat berkumpul di sekitar bendera Partai Komunis selama pertunjukan gala menjelang peringatan 100 tahun berdirinya Partai Komunis China di Beijing (28/6/2021). (AP Photo/Ng Han Guan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Para menteri luar negeri negara-negara Arab yang kaya minyak dilaporkan melakukan kunjungan ke Beijing, China, Senin (10/1/2022). Mereka berasal dari Arab Saudi, Kuwait, Oman, Bahrain dan Sekjen Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) Nahef bin Falah al-Hajrah.

Tak ada rincian langsung mengapa ini dilakukan. Namun kedatangan menteri dan pejabat Arab selama seminggu itu diyakini terkait kekhawatiran "ketahanan energi" China.


Surat kabar milik negara Global Times mengatakan kunjungan mungkin akan "membuat terobosan" terutama dalam pembicaraan mengenai perjanjian perdagangan bebas antara China dan GCC. Mereka akan berada di China hingga Jumat.

Kesepakatan China dan GCC pertama kali diwacanakan di 2004. Kelanjutannya baru dibahas Maret 2021 dan termasuk kemungkinan melanjutkan negosiasi.



Analis meyakini China berharap hubungan yang lebih dekat dengan negara-negara GCC. Ini dapat mengamankan rantai pasokan setelah kerusuhan kekerasan di Kazakhstan.

Negara kaya minyak dan gas (migas) Kazakhstan rusuh sejak Selasa pekan lalu. China diketahui telah berinvestasi besar-besaran ke industri energi negara tetangga dekatnya itu.

"Kazakhstan adalah pemasok energi utama untuk program Pipa Gas Barat-Timur Beijing di Asia Tengah. Kerusuhan politik saat ini di negara itu dapat memengaruhi rantai pasokan energi China di masa depan, yang tidak akan diizinkan oleh Presiden Xi Jinping," kata peneliti di Institut Sains dan Teknologi Militer China, Zhou Chenming, ditulis South China Morning Post (SCMP).

"Jika terjadi krisis energi karena pipa gas Barat-Timur terpaksa dihentikan, hanya negara-negara Teluk yang dapat bertindak sebagai penggantinya."

Peneliti lain, dari Yayasan China untuk Studi Strategis Internasional, Eagle Yin, mengatakan akan China tengah mencari bidang kerja sama lain dengan GCC.
Dia mengatakan enam negara anggota GCC tak hanya didorong kepentingan ekonomi dalam bisnis energi tetapi juga bidang lain seperti pertahanan dan keamanan.

"Negara-negara Teluk melihat China sebagai kekuatan global yang nyata, hubungan yang lebih baik dengan Beijing hanya akan menguntungkan perkembangan ekonomi domestik mereka," katanya.

Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping bahkan mengatakan mendukung tindakan keras pemerintah ke pengunjuk rasa Kazahstan. Ia bahkan mengatakan siap memberi dukungan jika diperlukan, sebagaimana dikutip AFP.

"Sangat bertanggung jawab," katanya dalam sebuah pesan ke Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev.

Di sisi lain, RI juga memberlakukan larangan ekspor batu bara. Padahal negara ini merupakan sumber impor terbesar China, hingga 62%.

Perlu diketahui, berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020, Indonesia mengekspor batu bara ke China mencapai di atas 100 juta ton per tahun sejak 2019. Berdasarkan data tersebut, pada 2019 Indonesia mengekspor batu bara ke China sebesar 144,41 juta ton dan pada 2020 mencapai 127,79 juta ton.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Pesan Xi Jinping untuk Orang Kaya di China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular