
Simak! Ini Hasil Pembahasan Soal Larangan Ekspor Batu Bara

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) membenarkan, bahwa saat ini pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian ESDM, Pelaku usaha dan PT PLN (Persero) tengah mencari solusi untuk kembali membuka keran ekspor batu bara pasca adanya keputusan pemberhentian ekspor sementara itu.
Meskipun tak ingin berkomentar lebih jauh atas polemik ini, Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia menyampaikan bahwa pertemuan antara pemerintah bersama pelaku usaha dilakukan secara virtual pada tanggal 1 Januari dan 2 Januari 2022 kemarin. Hasil pertemuan itu sedang mencari solusi terbaik agar pasokan ke PLN bisa tetap terpenuhi dan ekspor kembali berjalan.
"Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM dan pelaku usaha sedang mengupayakan solusi penyelesaian untuk ekspor dan juga untuk memenuhi kelangkaan pasokan yang dikeluhkan oleh PLN," terang Hendra kepada CNBC Indonesia, Senin (3/1/2022).
Yang jelas, kata Hendra, perusahaan yang masuk dalam APBI komitmen untuk memenuhi kebutuhan batu bara untuk kebutuhan PLN sebagai upaya mencegah terjadinya pemadangan listrik di PLTU milik PLN.
"Kita akan all out memastikan untuk PLN. Setelah itu kita berharap keran ekspor bisa dibuka secara bertahap," tandas Hendra.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Arsjad Rasjid menyampaikan sejatinya, pemerintah tidak memberlakukan sistem sapu jagat atas pelarangan ekspor kepada seluruh perusahaan batu bara.
Sebab, Arsjad banyak juga anggota KADIN sebagai pemasok batu bara telah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25%.
"Karena itu kami berharap agar pihak pemerintah dapat menerapkan sistem reward dan penalties yang adil dan konsisten, bukan memberlakukan sistem sapu jagat kepada seluruh perusahaan batubara," ungkap Arsjad.
Dengan begitu, Arsjad meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan larangan ekspor ini. Pasalnya, banyak perusahaan batu bara nasional yang juga terikat kontrak dengan luar negeri. Selain itu, kebijakan ini akan memperburuk citra pemerintah terkait dengan konsistensi kebijakan dalam berbisnis.
Sebelumnya, Kementerian ESDM melalui melalui surat Ditjen Minerba Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 yang diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2021, resmi melarang perusahaan pertambangan batu bara untuk melakukan kegiatan ekspor batu bara.
Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batubara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
"Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional," terang Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin.
Saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, kata Ridwan, maka akan kembali normal, dan pengusaha batu bara bisa melaksanakan ekspor kembali. "Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," ujar Ridwan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah VS Pengusaha Atas Pelarangan Ekspor Batu Bara