
Ini Deretan Mal 'Mewah' yang Diobral Murah, Jakarta Bejibun!

Jakarta, CNBC Indonesia - Mal legendaris di DKI Jakarta kini sepi, ditinggalkan para penyewa gerainya. Bahkan, ada beberapa toko yang diobral di dalamnya.
Tren mal sepi itu terjadi di Plaza Semanggi hingga Blok M Mall. Pantauan CNBC Indonesia, ada banyak kios tutup hingga dialihsewakan pada lokasi itu.
Blok M yang dulunya padat pengunjung, sekarang sepi. Pada Senin (21/12/2021), terlihat banyak penyewa menutup kiosnya dan bahkan memasang tanda sewa atau dijual.
Di situs jual beli, seperti OLX ada banyak pemilik kios menjualnya dengan harga murah. Bahkan ada yang masih membuka negosiasi dengan tawaran harga miring itu, kondisi ini terpantau di Blok M Square.
"Di Jual Murah Banget. Mumpung covid, covid reda harga naik, lapak counter/tempat usaha, ukuran 2 x 2 meter. Harga 155 juta Nego, Kalo gak Covid harganya bisa mencapai Rp 200 jutaan lebih," tulis penjual.
Penjual itu mengklaim lokasi kiosnya strategis terletak di jalan menuju Foodcourt lantai basement Blok M Square. Kios ini cocok untuk sejumlah usaha, dari pulsa, percetakan, sablon, jahit, bordir, batu akik, kacamata, sepatu, fashion, buku, dan souvenir, tidak untuk toko makanan dan minuman.
Ada juga yang menjual kios di Blok M dengan harga 176 juta berukuran 4m2. Selain itu, pemilik lain yang membanderol Rp 135 juta, padahal awalnya dibeli dengan harga Rp 250 juta.
Staf ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (HIPPINDO) Yongky Susilo menyebut mal harus menyediakan tempat berbelanja yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
"Bukan E-commerce. E-commerce kecil dan hanya bisa beli (produk), bukan experience. Jadi harus berubah konsep, upgrade lebih ke premium, tapi bukan luxury ya. Isi dengan experience," sebutnya.
Konsep yang sedang dibutuhkan konsumen ini mengarah pada konsep one stop living, artinya pengunjung bisa melakukan berbagai hal di satu tempat, keperluan belanja, makan, rekreasi, kursus belajar hingga klinik dalam satu tempat.
Alhasil masyarakat tidak perlu pergi ke lain tempat untuk memenuhi keperluannya. Ketika beragam kebutuhan itu terpenuhi, mal tersebut bisa bersaing dengan banyak pusat perbelanjaan lainnya di Jakarta.
Berdasarkan data APPBI DKI Jakarta, ada anggotanya di 5 wilayah DKI, yakni 96 mal. Jakarta Selatan menjadi wilayah terbanyak dengan 29 mal, kemudian Jakarta Pusat 21 mal, Jakarta Utara sebanyak 18 mal, Jakarta Barat sebanyak 16 mal, serta Jakarta Timur dengan 12 mal
"Kalau konsepnya bagus bisa aja (bersaing). Bikin mal berbeda. Baca pasar kan hanya soal caranya. Jadi manajemen baru atau lama tinggal beli datang, atau spend survey," kata Yongky.
Tanggapan Pemilik Mal
Pantauan CNBC Indonesia di lapangan beberapa waktu lalu, sejumlah mal legendaris yang dulunya ramai kini justru sepi.
Salah satunya terjadi pada mal di kawasan Blok M. Di kawasan ini memang terdiri dari beberapa mal antara lain Blok M Mall, Pasaraya, Blok M Square, dan Blok M Plaza.
Dulu banyak kawula muda yang menggandrungi tempat ini, namun saat ini kondisinya berbeda. Meski demikian, pihak pengelola menyebut kondisinya sudah lebih baik dibandingkan masa awal pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.
"Sekarang mulai bagus, meningkat, sebab tadinya ada pembatasan pengunjung juga yang datang juga ke Blok M Plaza, tapi beberapa bulan ini kelihatan oke, mulai ramai, karena beberapa tempat yang kita datang harus ngantri nunggu," kata Stefanus Ridwan, Dirut Pakuwon yang mengelola Blok M Plaza kepada CNBC Indonesia, Senin (27/12/21).
Pada awal pandemi kondisinya tidak sehat, dimana masih banyak masyarakat yang merasa takut atau khawatir untuk bepergian ke pusat perbelanjaan. Akibatnya berdampak pada berkurangnya sejumlah tenant.
Ketika pasarnya berkurang, maka setiap tenant harus bersaing dalam mendapatkan pengunjung. Stefanus menggarisbawahi agar tenant perlu memberi pelayanan terbaik hingga sopan. Jika tidak, maka taruhannya pelanggan bisa kabur.
"Kalau dia nggak ramai ada sesuatu yang salah, apa menu yang membosankan, atau pelayanan yang tidak bagus, kadang-kadang kita liat pelayanan yang kurang berkenan di hati. Misalnya dibilang nggak boleh, 1-2 kali dilakukan seperti itu dia nggak mau datang lagi. Jadi misal kalau nggak boleh duduk dijelaskan seperti apa," jelasnya.
Pindahnya pelanggan bisa jadi bukan mengarah pada tenant lain, melainkan pusat perbelanjaan lain. Akhirnya, pihak mal yang rugi karena pengunjungnya berkurang bahkan berpotensi kian sepi.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Ada Lagi Mal Baru di Jakarta, Kota Ini Malah Tambah Lagi