
Kado 2021 dari Pemerintah: Sederet Tarif yang Naik di 2022

3. Tarif Pajak
Kenaikan PPN ini dilakukan pemerintah untuk mengerek penerimaan pajak yang sebelumnya tertekan akibat pandemi Covid-19. Dengan kenaikan PPN ini, maka mulai tahun depan beban masyarakat saat pembelian berbagai jenis kebutuhan akan makin mahal. Begitu juga makan di restoran yang makin mahal.
Sebab, dalam transaksi beban PPN dikenakan kepada konsumen akhir atau pembeli. Sehingga saat pembayaran dilakukan, biaya yang harus dirogoh oleh konsumen makin tinggi.
Akan tetapi pemerintah memastikan beberpa kelompok barang dan jasa seperti sembako hingga jasa pendidikan yang dibutuhkan rakyat miskin tetap tidak dikenakan pajak.
Kemudian, untuk cukai, pemerintah berencana menarik dari objek baru yakni minuman bergula dalam kemasan (MBDK) hingga wadah plastik di tahun depan. Hal ini tertulis dalam Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
Alasan pengenaan cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK) adalah prevalensi diabetes melitus di Indonesia meningkat 30% pada 2013-2018. Tren konsumsi MBDK per kapita semakin meningkat per tahun di Indonesia berdasarkan riset dari Griffith University.
Kebijakan cukai lain yang juga akan diberlakukan adalah pengenaan cukai kemasan dan wadah plastik karena produk tersebut berkontribusi 15% terhadap total sampah secara nasional.
Begitu juga dengan alat makan dan minum sekali pakai, karena berdasarkan hasil riset International Coastal Cleanup, sampah alat makanan dan minum sekali pakai berkontribusi 17,35% pada sampah laut di Indonesia.
Kebijakan cukai tersebut tentunya dapat mendorong kenaikan harga. Bahkan dimungkinkan menyasar minuman kekinian seperti milk tea dengan topping boba, thai tea, kopi dan lainnya, di mana masuk dalam kategori berpemanis dan juga menggunakan wadah plastik.
Pemerintah berharap, melalui kebijakan itu, penerimaan negara, khususnya kepabeanan dan cukai bisa mencapai Rp 245 triliun. Juga penerimaan perpajakan secara keseluruhan sebesar Rp 1.510 triliun.
4. Tarif Cukai
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan cukai hasil tembakau pada tahun depan. Rata-rata kenaikan adalah 12% dan khusus untuk SKT ditetapkan berbeda yaitu 4,5%.
"Setelah rapat kabinet, tadi diputuskan kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12% tapi untuk SKT pak Presiden meminta kenaikan 4,5%," ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers
Kebijakan cukai hasil tembakau menyangkut empat hal. Adalah mengenai pengendalian konsumsi rokok, tenaga kerja, penerimaan negara dan pengawasan barang ilegal.
Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan cukai ini diharapkan bisa membuat harga rokok semakin tidak terjangkau. "Pemerintah berupaya melindungi masyarakat dari konsumsi barang-barang berbahaya seperti rokok," paparnya.
Apalagi rokok adalah penyebab kematian nomor dua di dunia dan juga penyebab meningkatnya risiko stunting. "Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5% lebih tinggi tinggi dibandingkan tidak merokok. Dan negara yang memiliki tenaga kerja stunting cenderung memiliki pendapatan perkapita lebih rendah," kata dia.
Kemudian, di masa pandemi ini perokok lebih berisiko 14 kali lebih tinggi terinfeksi Covid-19 dibandingkan dengan bukan perokok. Lalu penderita Covid-19 yang perokok 2,4 kali lebih berpotensi masuk kategori berat dibandingkan yang tidak.
"Oleh karenanya, dengan bahaya rokok ini pemerintah menggunakan instrumen kebijakan cukai," kata dia.
Dengan kenaikan ini diharapkan tingkat prevalansi merokok masyarakat bisa menurun. Ditargetkan prevalensi merokok terutama anak usia 10-18 tahun bisa turun menjadi 8,83% di tahun depan dari saat ini 8,97%.
"Kebijakan tarif CHT dilakukan agar mendorong rokok makin tidak terjangkau masyarakat yang kita lindungi yakni anak-anak dan orang miskin," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
