Bos SKK Migas: Banyak Pemain Global Keluar, Baru Pun Banyak!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
22 December 2021 15:45
Harga Minyak Melonjak, Investasi Migas 2021 Bisa Tembus USD 11,2 Miliar (CNBC Indonesia TV)
Foto: Harga Minyak Melonjak, Investasi Migas 2021 Bisa Tembus USD 11,2 Miliar (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan, meskipun sejumlah perusahaan migas asing undur diri dari sejumlah proyek hulu migas di Tanah Air, namun sejumlah perusahaan migas asing lainnya juga masih agresif berinvestasi di dalam negeri.

Hal tersebut dikatakan langsung oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Rabu (22/12/2021).

"Kita tahu bahwa banyak pemain global ada yang keluar, namun yang baru juga banyak yang muncul," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/12/2021).

Perusahaan-perusahaan global yang agresif untuk berinvestasi di Tanah Air yang dimaksud Dwi di antaranya perusahaan migas asal Italia, ENI, kemudian Mubadala Petroleum dari Uni Emirat Arab (UEA), PetroChina, Petronas, ExxonMobil, hingga BP, 'raksasa' migas asal Inggris.

"Exxon saya kira juga masih stay di kita. BP juga cukup agresif dengan tambahan investasi-investasi barunya. Premier Oil bahkan berani berinvestasi di daerah-daerah yang cukup rawan di Natuna," jelas Dwi.

Oleh karena itu, Dwi menegaskan kepada publik bahwa masih banyak pemain internasional yang masih tetap bertahan dan bahkan beberapa di antaranya baru masuk untuk berinvestasi di Indonesia.

Bahkan belum lama ini, menurutnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah bertemu dengan para calon investor di Amerika Serikat (AS) yang diklaim telah menyampaikan minatnya untuk berinvestasi di Indonesia.

Para investor asing tersebut menurutnya juga mulai melirik proyek-proyek migas non konvensional di Tanah Air.

"Bahkan, sekarang untuk migas non konvensional sudah mulai banyak yang cukup aktif," ucapnya.

Dwi mengungkapkan, divestasi di industri minyak dan gas bumi merupakan sesuatu yang lumrah. Lantaran, masing-masing perusahaan memiliki alasan tersendiri, ditambah adanya kompetisi fiskal yang 'murah' dari negara lain. Kedua hal tersebut, menurut Dwi, tak bisa dihindari.

Kendati demikian, pemerintah terus menciptakan iklim investasi yang ramah dengan melakukan penyederhanaan perizinan dan insentif fiskal yang agresif.

"Ada sembilan usulan stimulus yang kita urus dan enam itu sudah goal, sudah jalan. Kalau gak salah tinggal tiga yakni masalah pajak langsung, DMO price yang masih dalam proses," tuturnya.

"Saat ini agresif terjadi perubahan-perubahan, ini butuh waktu sedikit, tapi saya pikir pemerintah sudah banyak melakukan upaya itu," kata Dwi melanjutkan.

Rincian 'raksasa' migas bertahan di RI, simak di halaman berikutnya..

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), masih ada beberapa perusahaan asing yang bertahan di RI, bahkan dengan capaian produksi migas yang besar atau masuk ke dalam lima besar produksi nasional.

Berikut beberapa perusahaan migas asing "kelas kakap" yang masih bertahan di RI:

1. ExxonMobil Indonesia

ExxonMobil Indonesia melalui unit usaha Mobil Cepu Ltd mengoperasikan lapangan minyak Banyu Urip di Blok Cepu, Jawa Timur-Jawa Tengah. Produksi minyak dari ExxonMobil kini merupakan terbesar secara nasional. Produksi minyak di Blok Cepu menduduki peringkat no.1 dengan capaian produksi terangkut (lifting) minyak rata-rata 207.297 barel per hari (bph) hingga 30 September 2021 atau 94,7% dari target 219 ribu bph.

2. BP Berau Ltd

BP Berau Ltd, unit usaha dari "raksasa" migas asal Inggris ini merupakan produsen gas terbesar di Indonesia. Hingga kuartal III 2021, produksi gas dari BP Berau ini tercatat mencapai 1.308 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan salur (lifting) gas sebesar 1.050 MMSCFD, atau 87,5% dari target APBN 1.200 MMSCFD.

Selain itu, BP kini juga memiliki proyek kilang LNG ekspansi, yakni Train 3 Kilang LNG Tangguh, Papua. Proyek ini juga termasuk ke dalam salah satu Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Proyek ekspansi ini diperkirakan menghasilkan gas 700 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan 3.000 barel minyak per hari. Produksi gas dari Train 3 Tangguh ini setara dengan 3,8 juta ton LNG per tahun (mtpa).

Saat ini BP telah mengoperasikan dua train dengan kapasitas masing-masing sebesar 3,8 mtpa. Bila train tiga ini beroperasi, maka total LNG yang dihasilkan mencapai 11,4 juta ton per tahun.

Adapun nilai investasi dari proyek ini yaitu US$ 8,9 miliar. Ditargetkan proyek Train 3 Kilang LNG Tangguh ini beroperasi pada 2022.

3. ENI Muara Bakau B.V.

Perusahaan migas asal Italia, ENI, juga termasuk yang bertahan, bahkan termasuk yang menjadi andalan RI. Saat ini ENI mengelola Blok Muara Bakau, Kalimantan Timur dengan produksi gas hingga kuartal III 2021 sebesar 332 MMSCFD dan salur gas 325 MMSCFD atau 111,7% dari target 291 MMSCFD tahun ini. Produksi gas dari ENI ini merupakan terbesar ke-5 nasional.

ENI juga disebut menjadi salah satu calon perusahaan migas yang akan mengambil alih IDD dari Chevron.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pernah menyebutkan bahwa kemungkinan besar ENI menjadi pengganti Chevron dalam mengembangkan proyek IDD ini karena Gendalo Hub dan Gehem Hub yang merupakan bagian besar dari Proyek IDD ini lokasinya berdekatan dengan Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau yang dikelola ENI.

4. PetroChina

Perusahaan asal China ini juga masih bertahan di Indonesia. PetroChina mengelola Blok Jabung dengan unit usaha PetroChina International Jabung Ltd.

Hingga kuartal III 2021, PetroChina mencatatkan lifting minyak sebesar 15.181 bph atau 94,9% dari target 16.000 bph dan lifting gas sebesar 172 MMSCFD atau 94,9% dari target 181 MMSCFD.

Produksi minyak PetroChina merupakan terbesar ke-6 nasional dan gas terbesar k-7 nasional.

5. Inpex

Inpex Masela Ltd, unit usaha asal perusahaan migas Jepang ini memang belum menjadi operator blok migas yang telah berproduksi di Indonesia. Namun, Inpex menjadi operator di Blok Masela, salah satu blok gas "raksasa" yang menjadi andalan RI ke depan.

Proyek senilai US$ 19,8 miliar ini ditargetkan memproduksi 1.600 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD serta 35.000 barel minyak per hari. Proyek ini diharapkan bisa beroperasi pada kuartal kedua 2027.

6. Repsol

Perusahaan minyak asal Spanyol ini juga diandalkan untuk meningkatkan produksi migas di Tanah Air. Terutama setelah ditemukannya cadangan gas hingga 2 triliun kaki kubik (TCF) di Lapangan Kaliberau, Blok Sakakemang, Sumatera Selatan pada dua tahun lalu.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah menyetujui rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) I Lapangan Kaliberau, Blok Sakakemang di Sumatera Selatan, yang dikelola Repsol Indonesia.

Persetujuan tersebut telah ditandatangani Menteri ESDM pada Selasa, 29 Desember 2020.

SKK Migas sempat mengungkapkan nilai investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan lapangan ini mencapai sekitar US$ 359 juta atau sekitar Rp 5,06 triliun (asumsi kurs Rp 14.100 per US$).

Plan of Development I Lapangan Kaliberau disetujui dalam rangka untuk memproduksikan cadangan gas sebesar 445,10 miliar standar kaki kubik (BSCF) (gross) hingga batas akhir keekonomian proyek (economic limit) pada 2038 atau 287,70 BSCF penjualan gas dengan laju produksi gas puncak sebesar 85 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan kumulatif produksi kondensat sebesar 0,17 MMSTB dengan laju produksi puncak sebesar 34 barel kondensat per hari (barrels condensate per day/ BCPD).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Jokowi, Ini lho Biang Kerok Raksasa Migas Minggat dari RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular