Dimulai 1 Januari 2022, Nih Fakta Seputar Tax Amnesty II

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
21 December 2021 09:30
Cover topik/ Tax Amnesty jilid II_Cover

Jakarta, CNBC Indonesia - Program Pengampunan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II akan dimulai pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022.

Artinya, pemerintah memberikan waktu selama enam bulan bagi pengemplang pajak yang belum melaporkan hartanya di Surat Pemberitahuan (SPT) untuk bertobat.

Tax Amnesty jilid II tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sementara aturan turunan dari UU tersebut belum terbit sampai dengan saat ini.

Berikut hal-hal seputar tax amnesty jilid II yang perlu diketahui:

Tarif Tax Amnesty Jilid II

Ada dua skema tarif yang ditetapkan pemerintah.

Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi dan badan yang merupakan peserta tax amnesty jilid I. Ini untuk harta yang diperoleh hingga 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan pada tax amnesty sebelumnya.

Tarif PPh Final untuk skema pertama ini adalah:

- 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

- 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi ke dan aset dalam negeri

- 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)

Kedua, berlaku hanya bagi wajib pajak orang pribadi yang hartanya belum diungkapkan dalam SPT tahun pajak 2020. Ini berlaku untuk harta yang diperoleh pada periode 2016-2020.

Tarif PPh final yang diberikan untuk skema kedua ini adalah:

- 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri

- 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri

- 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.

UU HPP.  (dok kemenkeu)Foto: UU HPP. (dok kemenkeu)
UU HPP. (dok kemenkeu)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkali-kali mengingatkan para wajib pajak yang belum patuh untuk mengikuti program tax amnesty jilid II. Jika tidak akan dikenakan sanksi yang cukup berat.

Pertama, untuk harta yang diperoleh hingga tahun 2015 sanksinya sebesar 200%. Sanksi ini sudah ada sejak tax amnesty jilid satu dan sudah dijalankan oleh pemerintah.

Artinya, jika tidak ikut PPS maka sanksinya lebih besar dari nilai harta yang disembunyikan.

Kedua, untuk harta yang diperoleh tahun 2016-2020 dan belum juga dilaporkan maka akan dikenakan sanksi lebih tinggi yakni 25% untuk pajak badan, 30% untuk orang pribadi dan 12,5% untuk pajak lainnya ditambah sanksi 200%.

Senjata Baru Sri Mulyani

Sri Mulyani berkali-kali menekankan bahwa ini adalah kesempatan terakhir bagi pengemplang pajak untuk bertobat. Sebab, setelah program ini berakhir, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memberikan denda jika hartanya di temukan.

Kali ini, wajib pajak tidak akan bisa lari lagi karena pemerintah memilih banyak senjata untuk menemukan harta pengemplang. Pertama, ia memiliki penyatuan nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan nomor induk kependudukan (NIK).

Menurutnya, dengan penyatuan ini maka wajib pajak tidak akan bisa lari lagi dan mengganti nama saat melakukan pembelian harta. Sebab, semua data akan terekam di satu NIK.

Kedua, ia juga memiliki kerjasama dengan negara lain melalui Automatic Exchange of Information (AEoI). Dengan kerjasama ini, Indonesia dengan negara lain bisa melakukan pertukaran data terkait kebutuhan perpajakan.

Dengan kerjasama ini, Sri Mulyani mengakui bisa mendapatkan data wajib pajak yang menyimpan hartanya di Singapura ataupun negara suaka pajak lainnya seperti di Panama.

Ketiga, ia juga memiliki asistensi penagihan pajak global. Dalam hal ini Indonesia bekerjasama dengan negara lain untuk saling menagih pajak dari warganya yang berada di wilayah negara lain.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular