Maaf Big Boss, Beli Mobil Gak Bisa Pakai Nama Asisten Lagi

Mira Rachmalia Putri, CNBC Indonesia
18 December 2021 12:20
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Press Statement: Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022 (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani di Press Statement: Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022 (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menyatukan Nomor Induk Kependudukan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP. Aturan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan.

Hal ini merupakan salah satu langkah reformasi perpajakan dan semangat "era satu data". Di mana Nomor Induk Kependudukan menjadi satu-satunya nomor yang berlaku dalam pelayanan publik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tujuan penyatuan KTP dan NPWP adalah untuk menyederhanakan sistem perpajakan di Indonesia. Terutama, agar Direktorat Jendral Pajak (DJP) lebih mudah melakukan administrasi pajak, sehingga identifikasi wajib pajak yang harus membayar dan tidak dapat terlihat jelas karena datanya terekam dalam KTP.

"NIK jadi NPWP untuk konsistensi dan administrasi perpajakan yang lebih simpel. Namun, tidak berarti semua yang punya NIK harus bayar pajak. Kita masih memberikan pemihaka. Keadilan yang punya pendapatan rendah dan bahkan tidak punya pendapatan diberikan bantuan sosial" jelasnya beberapa waktu lalu.

Penyatuan NIK dengan NPWP juga diharapkan semakin mempermudah Direktorat Jendral Pajak Kemenkeu untuk menciduk "bos besar" yang gemar mengatasnamakan supir atau asisten rumah tangga untuk harta-hartanya. Nantinya, berbagai aset tersembunyi yang dapat dilacak lewat NIK, akan menjadi utang pajak.

DJP menghimbau para bos besar dapat menyampaikan hartanya yang selama ini sengaja disembunyikan atau lupa dilaporkan dalam SPTnya dengan mengikuti program pengungkapan sukarela atau tax amnesty jilid II yang akan dilaksanakan pada 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Mereka diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini agar mendapatkan tarif ringan atau berkisar antara 6-18%, dibandingkan dengan sanksi jika terciduk tidak melaporkan, yakni hingga 200 persen.

Saat ini, teknis penyatuan kedua identitas masih disusun DJP dan direncanakan selesai di tahun 2023. Sehingga para bos besar tidak akan bisa lagi menyembunyikan hartanya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-siap, Fungsi KTP Akan Bertambah jadi NPWP!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular