Maaf! AS Tiba-Tiba 'Buang' Vaksin Johnson & Johnson
Jakarta, CNBC Indonesia - Panel penasihat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk tidak lagi merekomendasikan penggunaan vaksin sekali suntik besutan Johnson&Johnson (J&J).
Penghentian ini bukan tanpa sebab. Lembaga kesehatan negeri adidaya itu menyebut bahwa mereka menemukan beberapa gejala pembekuan darah setelah penyuntikan vaksin itu. Tingkat pelaporan tertinggi adalah pada wanita di bawah 50 tahun.
Pilihan Redaksi |
"Setidaknya sembilan orang telah meninggal setelah insiden pembekuan darah di AS," kata CDC dilansir Al Jazeera, Jumat (17/12/2021).
Anggota panel juga mengatakan vaksin J&J kurang efektif dalam mencegah Covid -19 dibandingkan dua vaksin resmi lainnya yakni Pfizer dan Moderna. Di AS sendiri, CDC menyebutkan bahwa pengguna vaksin J&J ini berjumlah sekitar 16 juta warga
Menanggapi hal ini, ilmuwan vaksin J&J terkemuka mengatakan bahwa vaksin tersebut menghasilkan respons kekebalan yang kuat dan tahan lama hanya dengan satu suntikan.
"Dalam keadaan di mana banyak orang tidak kembali untuk dosis kedua atau booster, daya tahan vaksin Johnson & Johnson satu suntikan sebagai rejimen utama dapat membuat perbedaan penting dalam menyelamatkan nyawa di AS dan di seluruh dunia," sebut peneliti J&J's Dr Penny Heaton.
Vaksin J&J dirancang menggunakan teknologi berdasarkan versi modifikasi dari adenovirus untuk memacu kekebalan pada penerima. Hal ini berbeda dengan dua vaksin resmi lainnya yang menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA).
(hoi/hoi)