
'Raksasa Migas' Hengkang, DPR: Lifting Migas Anjlok!

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII DPR mencermati para 'Raksasa Migas' atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi yang hengkang dari Indonesia. Dari pandangannya, 'Raksasa Migas' yang hengkang itu akan berpengaruh terhadap lifting migas atau produksi minyak siap jual.
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto menyampaikan, hengkangnya para 'Raksasa Migas' dari Indonesia akan mengganggu target lifting migas. Bahkan, upaya pemerintah menggenjot target 1 juta barel minyak per hari (bph) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) juga akan terbengkalai.
Seperti yang diketahui, berdasarkan data SKK Migas, realisasi produksi terangkut (lifting) minyak hingga 30 September 2021 mencapai 661,1 ribu barel per hari (bph) atau hanya 93,8% dari target tahun ini 705 ribu bph.
Adapun realisasi salur gas hingga kuartal III 2021 ini tercatat mencapai 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau hanya 97,2% dari target di APBN 2021 sebesar 5.638 MMSCFD.
Sementara lifting migas hingga akhir kuartal III 2021 ini tercatat mencapai 1,64 juta barel setara minyak per hari (boepd), atau hanya 95,8% dari target 1,71 juta boepd.
"Kerugian besar akan dialami Indonesia apabila Pemerintah menganggap enteng dan lambat bersikap atas hengkangnya investor kakap migas tersebut," terang Mulyanto kepada CNBC Indonesia, Jumat (17/12/2021).
Seperti yang diketahui, baru baru ini ConocoPhillips hengkang dari Blok Corridor (Corridor PSC), Sumatra Selatan pada tanggal 8 Desember 2021 lalu, dan memutuskan untuk menambah saham di Australia.
Sebelumnya Royal Dutch Shell Shell dilaporkan melepas 35% sahamnya di Blok Masela. Kemudian ada Chevron yang menyatakan menarik diri dari proyek Indonesian Deep Water Development (IDD), Kalimantan Timur setelah menyerahkan Blok Rokan kepada Pertamina.
"Mereka memilih tidak meneruskan operasional di wilayah kerja Indonesia dan lebih memilih berinvestasi di negara lain," kata Mulyanto.
Oleh karena itu, kata Mulyanto, pemerintah diminta untuk tidak menutup mata dan menganggap enteng soal ini
"Kalau kondisi ini terus berlanjut, maka penerimaan negara dari sektor migas akan terancam merosot. Sementara net impor migas akan semakin tinggi. Sedang target satu juta barel minyak per hari di tahun 2030 tinggal menjadi mimpi. Ini adalah kondisi yang tidak kita inginkan," jelas Mulyanto.
Menurut catatannya, dari sisi investasi sendiri dilaporkan, bahwa investasi sektor migas hingga kuartal III-2021 tercatat baru mencapai US$ 9,07 miliar atau 53,95% dari target sebesar US$ 16,81 miliar untuk tahun ini.
Capaian yang rendah ini terjadi baik di hulu maupun di hilir sektor migas, termasuk keterlambatan proses pembangunan kilang Pertamina.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article SKK Migas Bidik 12 Proyek dan Rp 19,6 Triliun di 2022
