Internasional

Covid Belum Selesai, Bencana Lain Bumi Siap 'Meledak'

Thea Fathanah Arbrar, CNBC Indonesia
17 December 2021 07:20
Italian Police remove climate activists trying to block traffic in front of the Italian Ministry of the Ecological Transition in Rome's via Cristoforo Colombo, one of the main road leading to La Nuvola (the cloud) convention center where the G20 summit is taking place, Saturday, Oct. 30, 2021. (AP Photo/Luca Bruno)
Foto: Sejumlah aktivis perubahan iklim berdemo di Roma, Sabtu, 30 Oktober 2021. Demo tersebut dilakukan saat KTT G20 diselenggarakan. (AP/Luca Bruno)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak perubahan iklim semakin nyata terasa di dunia. Kali ini, beberapa bagian bumi telah melaporkan rekor kenaikan suhu secara cukup signifikan.

Badan Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan bahwa suhu 38 derajat Celcius yang diukur di Siberia tahun lalu sebagai rekor tertinggi baru untuk wilayah Kutub Utara.



Hal ini menjadi ketakutan baru akan perubahan ekologis yang cukup besar. Pasalnya Siberia yang seharusnya masuk dalam iklim Kutub Utara justru malah menyamai iklim yang berada di wilayah Laut Tengah.

"Catatan Arktik baru ini adalah salah satu dari serangkaian pengamatan yang dilaporkan ke Arsip Cuaca dan Iklim Ekstrim WMO yang membunyikan lonceng alarm tentang perubahan iklim kita," kata ketuanya Petteri Taalas dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP Jumat (16/12/2021).

Tak hanya di Siberia, di tahun yang sama WMO juga menemukan rekor tinggi baru 18,3C untuk benua Antartika. Ilmuwan WMO juga masih memverifikasi laporan rekor kenaikan suhu sebesar 48,8 C yang dilaporkan di pulau Sisilia Italia pada musim panas lalu.

"Arsip WMO tidak pernah memiliki begitu banyak investigasi simultan yang sedang berlangsung", kata Taalas.

Laporan ini sendiri hadir setelah American Geophysical Union mengungkapkan temuan bahwa lapisan es yang menampung gletser kritis di Antartika dapat pecah dalam lima tahun ke depan.

"Retakan di lapisan es Antartika mirip dengan yang ada di kaca depan mobil, di mana retakan yang tumbuh perlahan menunjukkan bahwa kaca depan lemah dan sedikit benturan pada kendaraan dapat menyebabkan kaca depan segera pecah menjadi ratusan pecahan kaca," kata ahli glasiologi Universitas Negeri Oregon Erin Pettit, dikutip dari CNBC International.

Dunia sendiri saat ini sedang berjuang untuk menghentikan dampak pemanasan global. Dalam KTT Lingkungan COP26 di Glasgow Oktober lalu, ratusan negara sepakat untuk mulai mengurangi tingkat polusinya untuk menghambat pemanasan iklim bumi tidak lebih dari 1,5 C.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Muncul Ancaman Baru Selain Covid, China-India-RI Kena Imbas!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular