Dilema Sri Mulyani: Kenaikan PPh Ditentang, Tapi RI 'BU'
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan tetap 22% di tahun depan. Padahal rencana awal, tarif PPh Badan diturunkan jadi 20% di 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan banyak pengusaha yang tak happy dengan keputusan ini. Namun, itu harus dilakukan karena negara butuh uang.
"Saya tahu pak Sofyan kurang happy, gapapa ya pak. Kadin juga nggak happy, tapi pendapatan negara kita harus kita jaga," ujarnya dalam sosialisasi UU HPP di Gedung DJP, Selasa (14/12/2021).
Menurutnya, tarif PPh Badan RI yang ditetapkan sebesar 22% ini bahkan lebih kecil dibandingkan dengan negara lain. Dimana tarif rata-rata PPh Badan pada 2021 di OECD sebesar 22,81%; ASEAN 22,17%; G20 sebesar 24,17%; dan tarif rata-rata di AS bahkan mencapai 27,16%.
Meski demikian, ia mengakui masih ada negara yang PPh Badannya lebih kecil dari Indonesia. Namu, masih cukup setara jika dibandingkan negara peers.
"Ada negara yang Yurisdiksi seperti Irlandia itu extrim sangat rendah. Tapi itu kan tidak menjadi benchmark kita. Kita tetap pada negara-negara yang relatif membutuhkan penerimaan pajak," jelasnya.
Kemudian, untuk pengusaha pribadi atau UMKM Orang Pribadi diberikan fasilitas. Dalam UU HPP ini ditetapkan bahwa yang memiliki omset dibawah Rp 500 juta tidak akan dikenakan pajak dan yang omsetnya di atas Rp 500 juta pun dikenakan PPh final hanya 0,5%.
"Jadi kalau bapak ibu sekalian ada anaknya mau mulai membuat warung kopi atau usaha. Omsetnya setiap bulannya Rp 100 juta dan setahun Rp 1,2 miliar. Jadi Rp 500 juta pertama tidak dipungut PPh. Jadi kaalau Rp 1,2 miliar yang dibayar pajak Rp 700 juta dan itu pun hanya 0,5% dari Rp 700 juta itu. Jadi Rp 1,2 miliar omsetnya per tahun bayar pajaknya hanya Rp 3,5 juta. UU sebelumnya Rp 6 juta. Ini artinya UMKM OP jelas sangat-sangat diuntungkan," pungkasnya.
(cha/cha)