Bersiap! CEO Dapat Fasilitas Private Jet Bakal Dipajaki

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
Selasa, 14/12/2021 15:28 WIB
Foto: Sri Mulyani (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak akan ragu untuk mengenakan pajak bagi kendaraan dinas dengan nilai fantastis yang kerap diberikan kepada petinggi perusahaan.

Kendaran dinas dengan nilai fantastis tersebut meliputi mobil, hingga private jet. Penarikan pajak ini sejalan dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Mobil dinasnya private jet kata pak Misbakhun [Anggota Komisi XI]. Jadi yang kayak gitu harusnya pantas-pantasnya itu menjadi objek pajak," kata Sri Mulyani, Selasa (14/12/2021).


UU HPP memang akan menambah objek pajak atas penghasilan natura alias berbagai fasilitas yang diterima seorang karyawan tertentu dari tempat mereka bekerja.

Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa tidak semua pegawai dan semua fasilitas dari tempat kerja akan menjadi objek pajak. Misalnya, seperti laptop, ponsel, uang makan tidak akan dianggap sebagai objek pajak.

Adapun deretan objek pajak lainnya yang dikecualikan adalah penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai, natura di daerah tertentu, natura karena keharusan pekerjaan seperti alat keselamatan kerja atau seragam.

Selain itu, juga termasuk natura yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta natura lain dengan jenis dan batasan tertentu.

"Yang kita masukkan ya seperti pak Sofjan Wanandi, pak Suryadi [Apindo] Pak Arsjad [Kadin]. Jadi level beliau-beliau ini," tegasnya.

Sri Mulyani menegaskan fasilitas kantor yang terkena pajak natura hanya yang bernilai fantastis. Fasilitas ini biasanya hanya diterima oleh para pimpinan tertinggi di perusahaan.

"Saya lihat headlinye tega-teganya Sri Mulyani dan DPR, uang makan saja dipajaki. Itu salah," tegas Sri Mulyani


(cha/cha)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DJP Tegaskan Pemungutan PPH di E-Commerce Bukan Pajak Baru