
'Resesi Seks' AS Bisa Melebar Kemana-mana, Ini Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena "resesi seks" terjadi di banyak negara di dunia, mulai dari wilayah Barat hingga Asia. Istilah ini merujuk pada menurunnya mood pasangan untuk melakukan hubungan seksual, menikah dan punya anak.
Resesi seks yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini muncul sebagai dampak dari sejumlah soal. Dalam sebuah penelitian terbaru Institute for Family Studies (IFS), resesi seks terbentuk beberapa faktor, seperti ekonomi dan psikologis hingga kekhawatiran moral, utamanya dalam melakukan seks pra-nikah pada kelompok agamis.
Di Amerika Serikat (AS), hal ini sebenarnya telah terjadi selama lebih dari satu dekade. Tetapi semakin diperparah dengan pandemi virus corona dan penguncian yang datang sebagai akibatnya.
"Sejak 2010, telah terjadi peningkatan tajam dalam jumlah pria dan wanita berusia 18 hingga 35 tahun yang melaporkan tidak berhubungan seks pada tahun sebelumnya," tulis rekan peneliti IFS Lyman Stone dalam temuan tersebut, dikutip dari Daily Mail, dikutip Senin (13/12/2021).
Dalam laporan itu, tertulis jumlah anak muda Negeri Paman Sam yang tidak berhubungan seks meningkat lebih dari dua kali lipat. Dari semula 8% menjadi 21%.
"Lebih banyak perempuan dari sebelumnya antara 18 dan 35 dilaporkan tidak berhubungan seks dalam satu tahun terakhir, dan 'ketidakbersamaan' telah meningkat terutama di antara mereka yang taat beragama," kata penelitian tersebut.
Laporan sama juga ditunjukan The Washington Post. Bahkan media itu sempat menyebut adanya "Kekeringan Seks Amerika Hebat".
Di mana ada setidaknya ada 23% orang dewasa mengaku tidak berhubungan seks dalam satu tahun terakhir. Pria muda yang tinggal di rumah dan tidak bekerja mendorong tren ini.
"Kami melihat peningkatan yang cukup mencolok dalam bagian orang yang tidak sering berhubungan seks, terutama dalam pangsa orang dewasa yang lebih muda," kata Direktur Proyek Pernikahan Nasional di University of Virginia, W. Bradford Wilcox, dikutip dari Today.
"Kita telah sampai pada hari sekitar 50 tahun setelah revolusi seksual dan apa yang kita lihat adalah penurunan seks di kalangan orang dewasa muda. Tidak ada seorang pun, termasuk saya sendiri, yang dapat memprediksi hal ini," tambahnya.
Tampaknya orang dewasa juga kurang tertarik untuk berkencan dan tidak mencoba hal itu. Wilcox menyebutnya sebagai "budaya hati-hati".
Sementara Christine Whelan, Direktur Inisiatif Uang, Hubungan dan Kesetaraan di Sekolah Ekologi Manusia di University of Wisconsin, Madison mencatat peningkatan ketergantungan pada smartphone dan layar sebagai alasan terjadinya resesi seks. Ponsel pintar dianggap mengurangi keintiman antar pasangan.
"Orang-orang yang bermitra dalam hubungan jangka panjang yang berkomitmen memiliki lebih banyak akses ke seks dan melakukannya lebih teratur," tambahnya.
Tren ini tentu memiliki implikasi lain untuk kesejahteraan manusia. Hasil banyak penelitian menulis fenomena ini juga mengurangi angka pernikahan, kelahiran anak-anak hingga ekonomi.
Sebelumnya, merosotnya angka kelahiran juga terjadi di China. Di tahun 2020, Negeri Tirai Bambu itu bahkan mencatatkan angka kelahiran terendah dalam 43 tahun terakhir.
Keengganan muda-mudi China untuk menikah dan memiliki keluarga menjadi motor penurunan ini. Di China angka kelahiran sangat erat kaitannya dengan pernikahan, jarang sekali anak di luar pernikahan tercatat.
Sementara itu, India juga mengalami hal yang sama. Ini terkuak dari tingkat kesuburan dan Total Fertility Rate (TFR) negara itu yang dalam kondisi menurun.
(tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Dia Negara-negara yang Alami 'Resesi Seks', RI Aman?