Apa Bisa RI Bangun Mobil Listrik Seharga 150 Juta?

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
12 December 2021 12:59
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang di acara seremonial penyerahan mobil listrik sebagai kendaraan resmi untuk mendukung kegiatan presidensi  di Indonesia telah ditetapkan sebagai Presidensi G20 Tahun 2022, di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, 24/11. Pemerintah bakal menggunakan kendaraan listrik sebagai alat transportasi resmi dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 2022. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 ke-15. Setiap tahunnya para negara anggota G20 bergilir untuk menjadi tuan rumah rangkaian kegiatan pertemuan organisasi tersebut. Setelah serah terima dari Italia, Indonesia akan memegang Presidensi G20 Tahun 2022 selama satu tahun.  (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penyerahan Mobil Listrik sebagai Kendaraan Resmi untuk Mendukung Kegiatan Presidensi G20 di Indonesia Tahun 2022. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penggunaan mobil listrik secara masal di Indonesia masih mengalami kendala, salah satunya akibat faktor harga yang melambung tinggi.

Saat ini, harga mobil listrik tergolong mahal, paling murah berada di kisaran Rp 600 jutaan. Tingginya harga mobil listrik juga sempat menjadi sorotan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Namun, untuk menurunkan harga mobil listrik tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah komponen baterai.

"Salah satunya harus diturunkan baterai karena komponen itu menyumbang 50% harga," kata Jhonny Darmawan, Ketua Industri Manufaktur Apindo dalam program profit CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

PT. Aneka Tambang (Antam) terus mendukung upaya pemerintah yang menargetkan produksi massal baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) pada 2025 mendatang. Dengan memproduksi sendiri, tentu biaya untuk memproduksi baterai bisa ditekan.

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai, Indonesia tidak hanya mampu menjadi produsen namun juga memenuhi syarat untuk menjadi pemain global.

"Bahan baku untuk baterai kendaraan listrik itu kita sangat kaya raya. Sehingga sudah semestinya Indonesia menjadi pemain global di sektor baterai mobil listrik ini," kata Redi, dikutip Minggu (12/12/2021).

Selain itu, seluruh pemangku kepentingan terkait juga dapat memaksimalkan perannya terutama Antam, Inalum, Pertamina, dan Perusahaan Listrik Negara.

"Menteri BUMN sudah membentuk Indonesia Battery Corporation ya. Di situ ada Mind ID, Pertamina, PLN, dan Antam," jelasnya.

Redi juga setuju dengan UU Minerba yang melarang ekspor bijih nikel keluar negeri. Hal itu kata dia, juga merupakan momentum agar keberadaannya di dalam negeri lebih dimaksimalkan lagi.

"Karena kalau kita lama-lama ekspor bijih nikel keluar, malah bisa jadi negara lain yang memanfaatkan dari sumber daya Indonesia," jelasnya.

Sebagai informasi, Indonesia Battery Corporation (IBC) menyatakan sudah menyiapkan berbagai tahapan untuk memproduksi massal EV pada 2025. Mulai tahap penambangan (mining) hingga prasarana untuk daur ulang (recycle) baterai diprediksi siap pakai pada 2025.

IBC menyatakan, pada tahap awal, membutuhkan waktu 4-5 tahun untuk memproduksi EV. Dalam tahapan itu, IBC juga melakukan kajian dan membangun smelter, membuat Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan High Pressure Acid Leaching (HPAL), hingga menyiapkan pabrik daur ulang.

Seluruh proses itu ditargetkan akan selesai pada 2025. Sementara menunggu proses tersebut rampung IBC juga berupaya meningkatkan daya jual EV di masyarakat, serta mengoptimalkan pasar motor listrik karya anak bangsa, Gesits.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekosistem Kendaraan Motor Listrik Diluncurkan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular