Orang Penting Negara G20 Kumpul di Bali 2 Hari, Ini Hasilnya!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Sabtu, 11/12/2021 07:45 WIB
Foto: G20 (Dok: BI)

Bali, CNBC Indonesia - Pertemuan Finance and Cental Bank Deputies (FCBD) sebagai rangkaian Presidensi G20 telah dilaksanakan selama dua hari atau tepatnya 9-10 Desember di Nusa Dua Bali.

Pembahasan menyinggung mengenai risiko ekonomi pada tahun depan, perkembangan ekonomi digital, international financial architecture (IFA), hingga perpajakan.

Ada enam sesi pembahasan awal yang dibicarakan dalam pertemuan FCBD G20 ini. Sesi pertama, Kementerian Keuangan dan Bank Sentral G20 menyepakati, bahwa dunia masih dalam ketidakpastian.

Berbagai risiko yang membayangi pemulihan ekonomi diantaranya faktor kesehatan, inflasi, disrupsi rantai pasok, hingga perubahan iklim.

Selain itu, terkait normalisasi kebijakan terkait pandemi. Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan bahwa, pertemuan menyepakati normalisasi kebijakan di negara maju tidak boleh merugikan negara lain.

"Mayoritas anggota menyampaikan pentingnya koordinasi distribusi vaksin dan kebutuhan pembiayaan vaksin, perlunya komunikasi dan tahapan yang tepat dalam melakukan normalisasi kebijakan.," jelas Dody dalam video conference dengan awak media, dikutip Sabtu (11/12/2021).

Pada sesi kedua, pembahasan yang dilakukan mencakup, antara lain jaring pengaman keuangan Internasional, isu-isu hutang negara miskin, mata uang digital Bank Sentral (Central Bank Digital Currency).

Pembahasan fokus pada peran G20 menjaga stabilitas keuangan global di tengah meningkatnya ketidakpastian, serta upaya bersama dalam mengatasi risiko dan mendukung negara-negara rentan.



Dalam sesi ini, otoritas keuangan G20 kembali membahas soal pembenahan International Monetary Fund (IMF) baik dari sisi permodalan maupun kelembagaannya.

Pertemuan ini kembali menyinggung wacana kenaikan kuota terutama dari negara berkembang. Hal ini untuk memperkuat kekuatan voting dari negara-negara tersebut di IMF.

Kemudian pada sesi ketiga adalah regulasi sektor keuangan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

"Sektor keuangan ini bisa keluar dari kebijakan akomodatif di dalam timing yang tepat, bahwa stabilitas sistem keuangan terjaga karena hampir di banyak negara melakukan relaksasi kebijakan," jelas Dody.

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Kementerian Keuangan, Wempi Saputra menjelaskan pada sesi keempat dibahas mengenai keuangan berkelanjutan yang berkaitan dengan agenda-agenda terkait lingkungan.

Para Deputi, kata Wempi menyampaikan dukungan untuk transisi menuju ekonomi hijau yang lebih adil dan terjangkau.

Kemudian, pada sesi kelima didiskusikan isu mengenai infrastruktur berkualitas dan berkelanjutan. Para Deputi juga membahas mengenai pentingnya inklusivitas infrastruktur pada pemerintah daerah.

Dan pada sesi keenam, dibahas mengenai perpajakan internasional. Dalam sesi ini, negara-negara G20 sepakat untuk melanjutkan pembahasan mengenai formulasi hak penarikan pajak bagi perusahaan yang beroperasi di banyak negara.

"Dimana para deputi sepakat untuk dapat segera mengimplementasikan Pilar 1 dan Pilar 2 untuk menciptakan arsitektur perpajakan yang lebih adil dan stabil," jelas Wempi.



(cap/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sri Mulyani Respons IMF Soal Proyeksi Ekonomi RI