Duh Dunia Timpang! Negara Maju Ngegas, RI Dkk Terseok-seok
Bali, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, di tengah pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 saat ini, negara berkembang termasuk Indonesia telah tertinggal jauh dari banyak negara maju di dunia.
Misalnya saja tingkat vaksinasi kepada masyarakatnya telah mencapai 80%, sementara Indonesia dan negara berkembang lainnya masih cenderung rendah.
"Agar kita jangan sampai terlambat. Saat adjustment policy di sana. Kita dalam situasi jauh tertinggal. Persoalannya tidak hanya dalam masalah ekonomi, tapi universe recovery ada hubungan dengan vaksinasi tidak merata," tuturnya dalam konferensi pers, Rabu (9/12/2021).
Bahkan Sri Mulyani menyebut, vaksin Covid-19 yang tidak merata di seluruh negara, secara moral seharusnya tidak terjadi. "Beberapa bagian dunia juga masih rendah tingkat vaksinasi dan ini secara moral seharusnya tidak terjadi. Hal ini yang juga menjadi risiko dan realita yang harus kita hadapi dalam pemulihan itu sendiri," tuturnya.
"Sifat pandemi sebenarnya menciptakan perlombaan semacam ini. Jadi memiliki akses vaksin terutama untuk negara-negara kurang berkembang akan menjadi sangat sulit," kata Sri Mulyani melanjutkan.
Ia menjelaskan produksi vaksin covid-19 secara global seharusnya mampu memvaksinasi 80% penduduk dunia, namun ternyata distribusinya belum merata terutama untuk negara miskin dan berkembang.
Dalam memastikan pemerataan akses vaksin bagi negara berkembang dan negara maju, maka G20 membentuk Joint Finance Health Task Force untuk menyiapkan dunia agar lebih siap dan siaga dalam menghadapi ancaman ketidakpastian seperti pandemi Covid-19.
Joint Finance Health Task Force G20, kata Sri Mulyani akan fokus pada kesiapsiagaan global menghadapi pandemi, menciptakan strategi penanggulangan lebih awal dan mencegah dampak yang lebih dalam terhadap keberlangsungan sosial masyarakat maupun ekonomi.
Sinkronisasi Kebijakan Negara Maju dan Berkembang
Sebab hal ini jelas akan menimbulkan masalah. Pulihnya ekonomi negara maju seperti Amerika serikat (AS), pengaruhnya akan sangat besar kepada negara-negara berkembang. Oleh karena itu, komunikasi dan transparansi langkah yang akan diambil dalam pemulihan ekonomi ini menjadi penting.
Misalnya dalam kebijakan tapering oleh AS. Situasi tersebut akan membuat gejolak di pasar keuangan global sehingga bagi negara berkembang yang membutuhkan pembiayaan untuk pemulihan ekonomi akan kesulitan.
"Banyak negara berkembang yang masih menghadapi masalah di sektor keuangan," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam kesempatan yang sama.
Indonesia merasakan pengalaman buruk perihal tapering pada 2013 silam. Meskipun diyakini dampak yang dirasakan tidak akan separah itu, namun kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan patut diperhatikan.
Perry turut mendorong agar negara-negara maju yang tergabung dalam G20 terbuka dan transparan dalam rencana kebijakan. Sehingga Indonesia dan negara berkembang lainnya bisa mengantisipasi lebih awal. Pemulihan ekonomi juga bisa berkesinambungan.
"Sinkronisasi moneter, normalisasi kebijakan secara global yang jadi agenda penting acara G20 sepanjang 2022. Sinkronisasi, adalah yang melakukan normalisasi negara maju dan negara yang belum melakukan normalisasi. Lembaga internasional bisa membantu normalisasi dan tidak mengganggu pemulihan sehingga tercipta recovery together dan stronger," pungkasnya.
(cap/mij)