
Bantuan Jokowi Cair Rp 575 T, BPK Ungkap Ketidakwajaran Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) pada tahun anggaran 2020 menghabiskan dana Rp 575,8 triliun atau setara dengan 82,83% dari alokasi anggaran yang sebesar Rp 695,2 triliun. Namun sayangnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) temukan sesuatu yang tidak wajar
Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) I Tahun 2021, BPK mengungkapkan terdapat pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp 9 triliun pada 10 Kementerian/Lembaga (K/L) tidak memadai.
"Akibatnya, pengeluaran tersebut belum dapat diyakini kewajarannya," jelas BPK seperti dikutip IHPS I Tahun 2021, Kamis (9/12/2021).
Hal tersebut, kata BPK disebabkan pengendalian K/L dan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam pengawasan atas pelaksanaan program PC-PEN belum optimal.
Permasalahan lainnya yakni, penyaluran subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non KUR serta Kartu Prakerja dalam program PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program.
Sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun.
"Akibatnya, realisasi belanja subsidi bunga KUR dan non KUR dalam rangka PC-PEN dan belanja lain-lain untuk Program Kartu Prakerja belum menunjukkan penyaluran yang sesungguhnya," jelas BPK.
"Hal ini disebabkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum menetapkan peraturan terkait dengan pengelolaan rekening penampungan sisa dana belanja lain-lain kartu prakerja sebagai dana cadangan," kata BPK melanjutkan.
Kemudian, BPK juga melaporkan bahwa pemerintah belum mengetahui sisa dana PC-PEN 2020 dan kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan pada 2021. Akibatnya, kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan/dibayar pada 2021 tidak dapat dipastikan secara andal.
Hal tersebut, dinilai BPK karena Sri Mulyani belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PC-PEN 2020 dari sisi dana SBN PC-PEN 2020 dan belum selesai mengidentifikasi kegiatan PC-PEN 2020 yang akan dilanjutkan/dibayar pada 2021.
Pun, pada pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) belum didukung dengan mekanisme pelaporan secara formal.
Akibatnya pertanggungjawaban keuangan negara dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 belum sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.