Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga pangan dunia adalah ancaman nyata. Di Indonesia, 'teror' ini juga mulai terasa.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) setiap bulan merilis data indeks harga pangan. Dalam empat bulan terakhir, indeks ini selalu naik dan mencatat rekor baru.
Pada November 2021, indeks harga pangan berada di 134,4. Naik 1,6 poin dari bulan sebelumnya dan menyentuh rekor tertinggi sejak Juni 2011.
"Pada November, indeks harga yang mengalami kenaikan signifikan adalah serealia dan produk susu (dairy). Sementara indeks harga produk daging dan minyak nabati bergerak turun," sebut laporan FAO.
Di Indonesia, kenaikan harga sembako juga terjadi. Mengutip laporan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga rata-rata nasional untuk daging sapi kualitas 2 pada 7 Desember 2021 adalah Rp 122.950/kg. Naik 3,02% dari posisi sebulan sebelumnya.
Kemudian harga minyak goreng kemasan bermerk 1 hari ini harganya Rp 19.500/kg. Naik 3,45% dalam sebulan terakhir.
Namun yang mengkhawatirkan adalah harga cabai-cabaian. Harga cabai merah besar hari ini ada di Rp 47.300/kg. Melonjak 22,54% dalam sebulan.
Lalu harga cabai rawit hijau saat ini adalah Rp 50.500/kg. Melesat 50,52% dibandingkan sebulan lalu.
Harga cabai rawit merah juga melejit. Hari ini harganya adalah Rp 64.750/kg. Meroket 76,19% selama sebulan.
Setelah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) melandai, 'keran' aktivitas dan mobilitas masyarakat kembali dibuka. Hasilnya, permintaan melonjak melebihi kemampuan produksi dan distribusi. Hasilnya adalah inflasi, konsumen terpaksa menanggung kenaikan harga karena pasokan yang belum memadai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memberi wanti-wanti soal ancaman inflasi ini. Di satu sisi kenaikan harga komoditas berdampak positif bagi Indonesia. Ini karena Indonesia adalah produsen dan eksportir utama sejumlah komoditas seperti batu bara, minyak sawit, karet, dan sebagainya.
"Seiring permintaan yang meningkat, harga komoditas energi meningkat tajam. Beberapa sudah mengalami koreksi, namun kita melihat dinamika migas dan batu bara sangat-sangat dinamis. CPO (minyak sawit mentah), karet, harga naik dan memberi dampak positif ke pemulihan ekonomi Indonesia," papar Bendahara Negara.
Namun, tambah Sri Mulyani, kenaikan harga komoditas ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebab, kenaikan harga akan menyebabkan tekanan inflasi yang sudah dirasakan di berbagai negara.
"Di Amerika Serikat (AS), inflasi sudah 6,2%, tertinggi sejak 30 tahun terakhir. Ini tantangan nyata, bagaimana langkah-langkah menjinakkan inflasi tanpa mengguncang dunia.
"Negara-negara emerging inflasinya juga sudah tinggi. Argentina 52% inflasinya selama dua kuartal berturut-turut. Turki juga inflasinya mencapai 20% dengan nilai tukar mengalami depresiasi tajam 35,5%.
"Indonesia adalah sedikit negara yang inflasinya terjaga, masih 1,7%. Nilai tukar rupiah stabil, dalam hal ini hanya sedikit mengalami depresiasi. Ini menggambarkan salah satu kekuatan ekonomi kita," terang eks Direktur Bank Dunia tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA