Sejak 2017 Tarif Listrik Non Subsidi Gak Naik, 2022 Bisa Naik

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Senin, 29/11/2021 12:35 WIB
Foto: Ilustrasi Listrik Perumahan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi tidak mengalami kenaikan sejak 2017 lalu. Saat ini pemerintah dan Badan Anggaran DPR berencana kembali menerapkan tariff adjustment (tarif penyesuaian) untuk pelanggan listrik non subsidi.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, pemerintah dan parlemen tidak ada niatan untuk mengurangi subsidi, namun mendorong agar pemberian subsidi menjadi lebih tepat sasaran.

Dia menjelaskan, ada 25 golongan pelanggan PT PLN (Persero) yang masuk ke dalam golongan yang tarif listriknya disubsidi. Dan sisanya 13 golongan masuk dalam kategori non subsidi. Untuk pelanggan golongan non subsidi mestinya tarif listriknya mengikuti pergerakan tiga faktor, yakni kurs, harga minyak mentah (ICP), dan inflasi.


Bila ketiga faktor tersebut meningkat dan lebih tinggi dari asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka seharusnya tarif listrik juga turut naik. Begitu pun ketika ketiga faktor itu turun atau lebih rendah dari asumsi, maka tarif listrik masyarakat non subsidi juga turun.

Sesuai aturan, skema tariff adjustment ini seharusnya disesuaikan per tiga bulan menyesuaikan ketiga faktor tersebut. Namun sejak 2017 pemerintah menahannya dengan alasan daya beli masyarakat yang masih rendah.

"Yang 13 sisanya adalah golongan tidak bersubsidi, artinya tarifnya harusnya ikutin pergerakan atau perubahan dari tiga faktor minimum yaitu kurs, harga minyak mentah, dan inflasi, dan biasanya disesuaikan per tiga bulan, apakah ini sudah jalan? dulu sempat jalan 2015-2017. Ini disebut tariff adjustment, malah sebutannya automatic tariff adjustment," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021).

"Tapi dengan beberapa alasan sejak 2017 tariff adjustment ditahan dengan alasan menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri," imbuhnya.

Lebih lanjut Rida menyampaikan, dengan tidak adanya kenaikan tarif listrik sejak tahun 2017, maka ini berdampak pada kompensasi yang diberikan pemerintah kepada PT PLN (Persero). Adapun dana kompensasi ini juga diambil dari APBN.

"Kita tahan (tariff adjustment), berdampak ke kompensasi pemerintah, karena keputusan pemerintah pasti dasarnya APBN," ucapnya.

Rida menjelaskan, pelanggan listrik PT PLN (Persero) dibagi menjadi ke dalam dua golongan, yakni golongan subsidi dan tidak subsidi. Golongan subsidi yakni yang menerima tarif listrik sudah dengan subsidi pemerintah dan terdiri dari 25 golongan pelanggan, mulai dari golongan pelanggan rumah tangga berdaya 450 VA dan sebagian 900 VA, lalu UMKM, sosial kecil, termasuk kantor desa, kecamatan dan lainnya.

"Ada 25 golongan disepakati di teman-teman parlemen tiap tahun. Kita wajib subsidi itu, terkait subsidi biasanya berkutat pada data penerimanya," tuturnya.

Namun demikian, menurutnya tariff adjustment ini akan diterapkan pada 2022 apabila pandemi Covid-19 membaik.

"Tahun 2022 apakah akan diterapkan tariff adjustment? Jadi kita sepakat dengan Banggar kalau sekiranya Covid-19 membaik ke depan mudah-mudahan, kita bersepakat dengan DPR dengan Banggar kompensasi tarif adjustment diberikan enam bulan saja, selanjutnya disesuaikan," paparnya.

Ke depan, imbuhnya, akan ada review dari tariff adjustment ini. Dalam menentukan tariff adjustment ini, menurutnya banyak pihak yang terlibat karena ini akan berdampak ke inflasi, dan lainnya.

"Tapi kita, kami sebagai Dirjen, siapkan asumsi dana dan skenario, keputusan tentu saja ke pimpinan," tegasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Ingatkan Indonesia Jangan Kena Kutukan Sumber Daya Alam