Proyek DME Cs Gak Serap Batu Bara Sebesar PLTU, Ini Buktinya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia memiliki target netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Untuk mencapai target ini, maka salah satu langkah yang bakal diambil adalah memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Jika PLTU dihentikan, artinya serapan batu bara dalam negeri akan turun. Di sisi lain, batu bara kini masih menjadi komoditas andalan negeri ini, tidak hanya untuk penerimaan negara, tapi juga untuk lapangan kerja.
Seperti diketahui, saat ini terdapat lebih dari 1.000 perusahaan tambang batu bara, terdiri dari 1.162 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara, di mana 1.157 IUP Operasi Produksi batu bara dan 5 IUP Eksplorasi batu bara. Selain itu, terdapat sekitar 66 pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Pada 2019 pun jumlah tenaga kerja di sektor pertambangan batu bara mencapai 150.000 pekerja.
Demi menjaga keberlangsungan industri tambang batu bara dalam negeri agar tidak mati sepenuhnya, maka pemerintah mendorong program hilirisasi batu bara di Indonesia. Namun nyatanya, serapan batu bara dari proyek hilirisasi tidak bisa sebesar PLTU.
Berdasarkan bahan paparan dari Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif, proyek hilirisasi batu bara seperti Dimethyl Ether (DME), methanol, coking coal, dan juga briket yang kini sudah dalam tahap perencanaan setidaknya hanya menyerap sekitar 21,47 juta ton batu bara per tahun bila semua proyek itu beroperasi.
Jumlah ini tentunya masih jauh lebih kecil dibandingkan kebutuhan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mencapai sekitar 100 juta ton per tahun.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) memperkirakan kebutuhan batu bara untuk PLTU pada 2022 naik menjadi 119,19 juta ton dari proyeksi kebutuhan hingga akhir 2021 ini yang mencapai 115,6 juta ton.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, peningkatan kebutuhan batu bara pada 2022 tersebut termasuk untuk kebutuhan PLTU yang dioperasikan PLN grup dan juga pengembang listrik swasta (Independent Power Producers/ IPP).
"PLN telah memproyeksikan kebutuhan batu bara untuk tahun 2022 adalah sebesar 119 juta ton," tuturnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (15/11/2021).
Dia merinci, kebutuhan batu bara untuk PLTU PLN pada 2022 diperkirakan turun menjadi 68,43 juta ton dari proyeksi kebutuhan hingga akhir 2021 yang sebesar 70,3 juta ton.
Sedangkan kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik IPP pada 2022 diperkirakan mencapai 50,76 juta ton, naik dari proyeksi hingga akhir 2021 yang sebesar 45,3 juta ton.
Lantas, bagaimana rincian serapan batu bara untuk proyek hilirisasi?
Berikut beberapa rencana proyek hilirisasi batu bara di Indonesia dan kebutuhan batu bara per tahunnya, berdasarkan data Kementerian ESDM:
1. Proyek coal to methanol yang dikerjakan PT Kaltim Prima Coal (KPC), feedstock atau kebutuhan batu baranya sebesar 5-6,5 juta ton per tahun.
2. Proyek coal to DME yang dikerjakan oleh PT Bukit Asam, Pertamina, dan Air Products, diperkirakan membutuhkan bahan baku batu bara 6,5 juta ton per tahun.
3. Proyek coal to methanol yang dikerjakan oleh PT Arutmin Indonesia, diperkirakan membutuhkan bahan baku batu bara 6 juta ton per tahun.
4. Proyek coal to methanol yang dikerjakan oleh PT Adaro Indonesia, diperkirakan membutuhkan bahan baku batu bara 1,3 juta ton per tahun.
5. Cokes making, semi coking coal plant project oleh PT Megah Energi Khatulistiwa, diperkirakan membutuhkan batu bara 1 juta ton per tahun.
6. Coal Briquetting
- Pabrik Briket PT Bukit Asam membutuhkan bahan baku 30 ribu-40 ribu ton batu bara per tahun.
- Pabrik Briket PT Thriveni membutuhkan bahan baku batu bara 130 ribu ton per tahun.
(wia)