Internasional

PBB Beri Alarm soal Afghanistan, Ada Apa Lagi Taliban?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
19 November 2021 14:10
Taliban fighters hold Taliban flags in Kabul, Afghanistan, Monday, Aug. 30, 2021. Many Afghans are anxious about the Taliban rule and are figuring out ways to get out of Afghanistan. But it's the financial desperation that seems to hang heavy over the city. (AP Photo/Khwaja Tawfiq Sediqi)
Foto: Pasukan Taliban memegang bendera Taliban di Kabul, Afghanistan, Senin, 30 Agustus 2021. (AP Photo/Khwaja Tawfiq Sediqi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan peringatan terbarunya mengenai situasi Afghanistan. Badan global itu menyebu bahwa situasi ekonomi yang kacau balau di negara itu dapat memancing timbulnya ekstrimisme baru.

Mengutip AFP, utusan PBB untuk Afghanistan Deborah Lyons mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa dengan ekonomi lokal yang sangat krisis, arus ekstrimisme dan juga penjualan obat-obat terlarang di Negeri Asia Tengah itu bisa meningkat. Ia menghimbau agar ini menjadi perhatian serius bagi negara-negara dunia.

"Realitas situasi saat ini mengancam untuk meningkatkan risiko ekstremisme," kata Lyons, dikutip Jumat (19/11/2021).

"Kelumpuhan sektor perbankan yang sedang berlangsung akan mendorong lebih banyak sistem keuangan ke dalam pertukaran uang informal yang tidak diatur yang hanya dapat membantu memfasilitasi terorisme, perdagangan dan penyelundupan narkoba lebih lanjut."

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan bahwa saat ini 18 juta orang di negara Asia Tengah itu sedang terancam oleh kelaparan hebat. Pasalnya saat ini bank mulai kehabisan uang, pegawai negeri belum dibayar, dan harga pangan melonjak drastis.

"Saya mendesak dunia untuk mengambil tindakan dan menyuntikkan likuiditas ke dalam ekonomi Afghanistan untuk menghindari keruntuhan," ujarnya

Kondisi ekonomi Afghanistan semakin parah saat kelompok Taliban berkuasa. Pasalnya banyak negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS) membekukan aset milik negara itu yang berada di luar negeri.

Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Muttaqi telah meminta agar AS mau membuka keran aset ini. Washington disebut-sebut telah menyita hampir US$ 9,5 miliar aset milik bank sentral Afghanistan sejak kelompok itu berkuasa pada Agustus lalu. 

"Saya meminta ... agar pintu untuk hubungan di masa depan dibuka, aset Bank Sentral Afghanistan dicairkan dan sanksi terhadap bank kami dicabut," katanya.

"Jika situasi saat ini berlaku, pemerintah dan rakyat Afghanistan akan menghadapi masalah dan akan menjadi penyebab migrasi massal di kawasan dan dunia yang akibatnya akan menciptakan masalah kemanusiaan dan ekonomi lebih lanjut."


(tps/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PBB Sebut 400 Warga Afghanistan Tewas Sejak Taliban Berkuasa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular