Pabrik Baterai EV Terintegrasi Tambang Butuh Duit Rp 217 T!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Rabu, 17/11/2021 17:40 WIB
Foto: Ilustrasi baterai pada mobil listrik yang dikemas dalam komponen yang aman. electrec.co

Jakarta, CNBC Indonesia - RI punya cita-cita menjadi pemain baterai kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) kelas dunia di masa depan. Bahkan, memiliki target menguasai pasar baterai EV di Asia Tenggara (2026) dan setelahnya bisa menjadi pemain global.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun membentuk Holding BUMN Baterai atau Indonesia Battery Corporation (IBC) yang ditujukan membangun industri baterai kendaraan listrik terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Diproyeksikan, nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun industri baterai kendaraan listrik terintegrasi ini mencapai US$ 15,3 miliar atau sekitar Rp 217 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per US$).


Hal tersebut disampaikan Toto Nugroho, Direktur Utama Indonesia Battery Corporation atau PT Industri Baterai Indonesia.

"Nilai investasi total, investasi cukup besar US$ 15 billion, investasi end to end," ungkapnya dalam webinar, Rabu (17/11/2021).

Berdasarkan data paparannya, investasi sebesar US$ 15,3 miliar ini terdiri dari proyek pertambangan nikel, baik tambang limonite (bijih nikel kadar rendah) dan saprolite (bijih nikel kadar tinggi) sebesar US$ 160 juta, lalu smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan High Pressure Acid Leaching (HPAL) masing-masing US$ 1,38 miliar dan US$ 1,3 miliar.

Lalu, untuk pabrik battery chemical, yang terdiri dari precursor dan cathode masing-masing US$ 1,8 miliar dan US$ 3,82 miliar. Untuk sel baterai sebesar US$ 6,73 miliar, recycling sebesar US$ 30 juta dan Energy Storage System (ESS) sebesar US$ 40 juta, sehingga total US$ 15,3 miliar.

"Partnership dengan pemilik teknologi dan yang saat ini memiliki pasar dan modal cukup krusial, kita lakukan dan bisa kita lihat untuk dilakukan secara terintegrasi," lanjutnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, untuk mengejar investasi ini diperlukan waktu dan juga regulasi yang mendukung. Dan jika bisa, membangun rantai pasok dari hulu ke hilir dari baterai EV hingga 140 Giga Watt hour (GWh), maka akan bisa menjadi pemain dominan di global.

"Dan kalau kita bisa develop 140 GWh sesuai dengan skenario ini, kita akan menjadi salah satu pemain dominan di global," ujarnya.

Menurutnya, RI bisa menjadi pemain global karena kemampuan produksi dan daya saing, yakni dengan membuat pabrik baterai EV yang terintegrasi.

"Kemampuan-kemampuan produksi kita dan competitiveness (daya saing) kita dilakukan secara terintegrasi jadi eksportir pasar utama baterai EV di Amerika, China, Eropa," tandasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Polemik Tambang Nikel Raja Ampat, Bahlil Ungkap "Titah" Prabowo