
DMO Batu Bara Diubah, Tarif Listrik Naik atau APBN Bengkak!

PT PLN (Persero) pun angkat bicara mengenai hal ini. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, DMO batu bara ditujukan untuk mengatur volume dan harga batu bara untuk industri di dalam negeri, sebagaimana diatur oleh pemerintah di dalam Peraturan Menteri ESDM.
Jika aturan DMO dilepas, maka menurutnya ini akan berdampak pada kepastian pasokan batu bara dalam negeri dan juga lonjakan biaya yang pada ujungnya bisa berdampak pada kenaikan subsidi atau tarif listrik masyarakat.
"Ini terkait energy security, kalau lepas DMO harus pikirkan apakah pasokan dalam negeri ini energinya akan secure? kalau gak pasti, listrik akan mati," ujarnya.
Lalu dampak lainnya jika DMO ini dicabut yaitu adanya kenaikan harga batu bara yang akan berdampak langsung pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Kenaikan ongkos produksi ini menurutnya juga akan berdampak langsung pada subsidi dan kompensasi listrik dari pemerintah ke PLN.
"Jadi biaya di PLN disalurkan langsung pada dua hal, subsidi dan kompensasi, apakah dengan kenaikan ini kita siap untuk menaikkan subsidi dan naikkan kompensasi," tanyanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika tariff adjustment (tarif penyesuaian untuk golongan pelanggan non subsidi) semisal dilepas akibat dari kenaikan BPP, maka ini akan berdampak pada kenaikan tarif listrik ke konsumen yang tidak disubsidi. Sementara bagi pelanggan subsidi 450 VA dan 900 VA, bila tarif tidak dilepas, maka artinya subsidi listrik berpotensi naik.
"Subsidi saat ini masih ditanggung negara dalam bentuk kompensasi, apakah kita mau naikkan tarif listrik masyarakat akibat lepas DMO?" ucapnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, konsumsi batu bara untuk domestik sekitar 130 juta ton. Setiap ada kenaikan US$ 1 saja, maka biaya akan naik US$ 130 juta atau sekitar Rp 2 triliun.
Saat ini harga batu bara di pasar menurutnya ada di sekitar US$ 180 per ton dan harga DMO batu bara untuk pembangkit listrik saat ini US$ 70 per ton.
"Ada US$ 100 perbedaan, kira-kira 130 juta dikali US$ 100 maka US$ 13 miliar, kalau high rank coals, ini kan low rank coal jadi perbedaan bukan US$ 100 tapi US$ 60-70 kali 130 sekitar US$ 8-9 billion, penambahan Rp 130 triliun per tahun," jelasnya.
Dia menjelaskan, dari penambahan Rp 130 triliun ini, seperempatnya ditanggung dalam subsidi sebesar Rp 40 triliun, sedangkan tiga per empatnya akan masuk ke kompensasi sekitar Rp 80 triliun. Jika tariff adjustment (tarif penyesuaian golongan non subsidi) dibuka, maka ini akan dibebankan ke pelanggan PLN.
"Pendapatan negara bukan pajak berapa? berapa dari pajak? perlu dihitung dan kira-kira Rp 130 triliun PNBP dan pajak mungkin 40% jadi ada pendapatan pajak dan bukan 40-50%, sisanya di-absorb dari korporasi, ditanggung pemerintah Rp 40 triliun dan konsumen Rp 80 triliun," paparnya.
Sebagai informasi, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) pada perdagangan Selasa (16/11/2021) ditutup di US$ 151,25/ton, melesat 3,77% dibandingkan hari sebelumnya.
Harga si batu hitam mengalami technical rebound setelah turun selama lima hari perdagangan beruntun. Dalam lima hari tersebut, harga ambles 11,13%.
(wia)[Gambas:Video CNBC]
