
Punya Kekayaan Rp 11.000 T, Utang Indonesia Bisa Lunas 2022?

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melaporkan, nilai aset kekayaan negara sepanjang 2020 meningkat Rp 4.397 triliun menjadi Rp 11.098 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Rionald Silaban mengungkapkan sepanjang tahun 2020, nilai barang milik negara tahun lalu mencapai Rp 6.585 triliun atau 59,3% dari total aset yang mencapai Rp 11.098 triliun
Kenaikan tersebut, kata Rionald disebabkan adanya revaluasi aset atau barang milik negara (BMN) oleh DJKN.
"Terjadi peningkatan nilai sebesar Rp 4.397 triliun, jika dibandingkan pada nilai sebelum pelaksanaan kegiatan revaluasi BMN," ujarnya dalam acara Apresiasi Kekayaan Negara secara virtual, Senin (15/11/2021).
Kegiatan revaluasi BMN tersebut, lanjut Rionald merupakan satu diantara kegiatan pengelolaan BMN yang dilakukan bersama-sama kementerian dan lembaga negara.
Rionald mengungkapkan dalam waktu tiga tahun terakhir, DJKN terus mengembangkan inovasi, sinergi yang diaplikasikan untuk mengelola BMN yang saat ini telah menunjukkan hasil.
"Hasil yang dicapai program sertifikat dan BMN berupa tanah, berhasilnya penerapan asuransi BMN secara signifikan dan diimplementasikannya Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah (Jabfung), sehingga tata kelola barang diterapkan perhitungan standar barang dan standar kebutuhan BMN," kata Rionald melanjutkan.
Pemerintah berharap beragam optimalisasi aset negara dapat mendorong peningkatan kontribusi BMN terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
DJKN juga mengambil peran dalam mendukung perekonomian nasional dengan pengaturan penggunaan BMN sebagai underlying asset Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara.
Sebagian kebutuhan pembiayaan fiskal tersebut, kata Rionald sebagian dipergunakan dalam kebijakan yang ekspansif dan juga dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19.
"Pengelolaan BMN juga mengambil peran dengan revitalisasi beberapa rumah sakit serta melalui penggunaan berbagai fasilitas kantor dan asrama lainnya yang difungsikan sebagai Rumah Sakit," ujarnya.
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah per akhir September 2021 sebesar Rp 6.711,52 triliun. Utang ini setara dengan 41,38% Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika dibandingkan dengan posisi September 2020, utang ini meningkat tajam yakni Rp 954,65 triliun. Di mana pada tahun lalu di periode yang sama utang berada di level Rp 5.756,87 triliun dengan rasio 36,41% terhadap PDB.
Meski demikian, dalam laporannya Kementerian Keuangan memastikan komposisi utang masih aman dan tetap terjaga.
"Pengelolaan utang dilaksanakan secara oportunistik, fleksibel dan prudent di masa pandemi," tulis Kemenkeu dalam laporannya.
Dilihat dari kepemilikannya, utang pemerintah masih tetap didominasi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dengan porsi 88% dan pinjaman 12%.
Secara rinci, utang yang berasal dari SBN tercatat sebesar Rp 5.887,67 triliun yang terdiri dari SBN domestik Rp 4.606,79 triliun dan SBN valas Rp 1.280,88 triliun. Keduanya terbagi dari SBN umum dan SBN syariah.
Kemudian utang dari pinjaman baik dalam dan luar negeri tercatat Rp 823,85 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 12,52 triliun dan luar negeri Rp 811,33 triliun.
Utang pinjaman luar negeri ini berasal dari pinjaman bilateral Rp 306,18 triliun, multilateral Rp 463,67 triliun dan pinjaman dari commercial banks Rp 41,48 triliun.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tsunami Kebangkrutan Nyata, Orang Kaya DKI Obral Moge Harley!