
Tahun Depan Upah Minimum Bakalan Naik? Cek Bocoran Angkanya

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Sebentar lagi tahun 2021 akan berakhir. Namun jelang berakhirnya pergantian tahun, penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 belum juga keluar.
Pemerintah pusat hingga saat ini belum mengeluarkan tanda-tanda soal penetapan UMP terbaru.
Sedangkan kalangan buruh, sudah mendesak dengan hitungan versinya. Mereka mendesak ada kenaikan UMP 2022 sampai 7-10%. Polemik seputar upah minimum adalah 'ritual' tahunan di Indonesia. Jelang akhir tahun, perdebatan soal berapa gaji yang bakal diterima kaum pekerja selalu menghangat.
Berikut ini estimasi bila ada kenaikan UMP 2022 sampai 7-10%:
Kalangan pengusaha menilai permintaan buruh mengenai kenaikan UMP 2022 sebesar 7%-10% tidak berdasar. Meski belum berani berasumsi berapa angka peningkatan UMP yang diinginkan.
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Dapenas RI) Adi Mahfudz, menjelaskan UMP merupakan domain pemerintah untuk menetapkan. Peningkatan UMP sampai 10% tentu tidak realistis dengan kondisi pandemi yang terjadi saat ini.
Dari sisi pelaku usaha di beberapa sektor masih terdampak pandemi, dan menurut dia untuk stabil butuh 2-3 tahunan itu tidak mudah.
Buruh Sempat Minta Naik 20%
Sementara itu, kalangan serikat pekerja sempat mendesak ada kenaikan UMP tahun 2022 sampai 20%. Namun, kalangan buruh merevisinya dengan hanya mendesak kenaikan sebesar 7%-10% dari upah saat ini. Bila ada kenaikan sampai 20% tentu bisa bikin pelaku usaha 'jantungan' di tengah pandemi yang belum berakhir.
"[Desakan] 20% an awalnya, tapi kita ringkas jadi 7-10% karena kita nggak dapat stimulus seperti pengusaha," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Mirah Sumirat kepada CNBC Indonesia.
Adapun UMP Jakarta saat ini sebesar Rp 4.416.186,548, jika ada kenaikan 20% maka UMP Jakarta menjadi Rp 5,3 juta. Nilai tersebut dianggap baru cukup untuk memenuhi kebutuhan buruh. Pasalnya, stimulus kepada buruh saat ini terasa kian kurang.
Ia membandingkan stimulus dari pemerintah yang terasa berbeda antara untuk pengusaha maupun pekerja. Misalnya pengusaha insentif PPh orang dan badan, relaksasi kredit dan lainnya. Sementara itu bagi pekerja, bantuan sosial serta bantuan subsidi upah (BSU) relatif sedikit.
"Apalagi 2021 ini nggak naik gaji, banyak pekerja yang dirumahkan tanpa dibayar dengan alasan Covid, WFH [work from home] nggak dibayar gara-gara Covid. Buruh kebutuhan biaya hidup nambah karena online, tapi sekolah SPP bayar terus. Selain itu pengeluaran banyak, pekerja bayar sendiri PCR dan segala macamnya," kata Mirah.
Berbagai kebutuhan itu menjadi alasan kalangan buruh meminta adanya kenaikan UMP 2022 setidaknya sebesar 7-10%.
Angka itu bukan hasil yang asal, karena buruh sudah melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di 24 provinsi, dengan menggunakan 60 komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
"Kami juga mengadakan survei di pasar tradisional dan modern, dan kita pertimbangkan kondisi riil masyarakat, pengeluaran seperti apa, kebutuhan dan biaya yang ditanggung pandemi. Dan memperhitungkan juga 2021 nggak naik upah, jadi itu sudah kompromi sedemikian rupa yang jadi pertimbangkan 7%-10%. Di sektor rill nggak ngangkat juga tapi kami mempertimbangkan dan memahami situasi Covid," ujarnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Buruh Minta Upah Minimum 2022 Naik 10%, Pengusaha Gemetaran!
