
Para Obligor BLBI Disikat. Bagaimana dengan Utang Lapindo?

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Tugas Hak Tagih Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah menyita aset para obligor/debitur BLBI. Terbaru adalah aset milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Tak hanya Tommy, beberapa obligor/debitur BLBI lainnya juga 'disikat' agar segera melunasi utang ke negara. Bahkan saat ini, sudah ada nama-nama besar lainnya yang akan segera ditindak oleh negara sesuai aturan yang berlaku.
Bicara mengenai piutang negara, ternyata tak hanya berasal dari BLBI saja. Tapi ada juga piutang ke negara yang tak kunjung ada perkembangan alias tak dibayarkan yakni terkait dengan lumpur Lapindo milik pengusaha Aburizal Bakrie.
Direktur Hukum dan Humas Ditjen Kekayanan Negara (DJKN), Tri Wahyuningsih Retno Mulyani mengatakan, berbeda dengan piutang BLBI, piutang Lapindo justru belum ada kemajuan alias masih dibahas di internal Kementerian Keuangan dan belum diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Artinya pemerintah tidak bisa melakukan penyitaan terhadap aset keluarga Bakrie meski sudah dijaminkan ke negara.
"Nah posisi Lapindo itu masih di Kementerian Keuangan. Belum kami serahkan ke PUPN, masih diselesaikan oleh Kementerian. Jadi kita belum bisa bilang masalah jaminan disita atau bagaimana," ujarnya dalam media briefing DJKN, Jumat (12/11/2021).
Seperti diketahui, keluarga Bakrie memiliki utang ke pemerintah terkait dengan lumpur Lapindo melalui perusahaan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya. Jatuh tempo utang yang harusnya lunas pada tahun 2019 lalu hingga saat ini belum juga ada kemajuan.
Adapun utang yang melilit keluarga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (periode 2004-2005) ini berawal pada Maret 2007. Saat itu pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana alam Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar. Namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar.
Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%. Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.
Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda. Atau Lunas pada 2019 lalu.
Nyatanya, semenjak uang negara dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, Lapindo hanya mencicil satu kali.
Pihak Lapindo baru membayar utang dana talangan pemerintah sebesar Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 1,91 triliun.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anak Kaharudin Ongko Gugat soal BLBI, Ini Respons Pemerintah