Aturan Terbit, Tak Ada Lagi Praktik Tercela Mark Down Kapal!

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
10 November 2021 16:36
Sayup suara ombak menyusup hingga ke ruang-ruang sempit Kapal yang tengah bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Rabu (29/7/2020) petang itu. Sejumlah anak dengan berani tengah asik melompat bergantian dari atas kapal, sambil berteriak.
Sunda Kelapa adalah nama pelabuhan yang berada di ujung utara Jakarta. Pelabuhan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Pada zaman kerajaan, Sunda Kelapa adalah pusat perdagangan. Kini, meski telah dimakan usia, pelabuhan ini masih tetap ramai.
Banyak orang mengais rezeki di Pelabuhan Sunda Kelapa. Ada pedagang, nelayan, Anak Buah Kapal (ABK), pemberi jasa sampan, hingga buruh angkut. Semua tumpah ruah menjadi satu. Namun bagi anak-anak sunda kelapa adalah tempat paling asik untuk bermain.

Pelabuhan Sunda Kelapa lambat laun tidak terlihat sesibuk saat masa jayanya. Kini, pelabuhan tersebut dikelola oleh PT Pelindo II dan tidak mengantongi sertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk melayani kapal antar pulau di dalam negeri.

Dari sisi ekonomi pelabuhan ini masih cukup strategis, mengingat berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Menjadi buruh kuli angkut mungkin bukan hal yang dicita-citakn oleh banyak orang. Namun ketika tidak ada lagi keahlian yang bisa ditawarkan selain tenaga kasar maka menjadi buruh kasar sebagai kuli angkut pun harus dijalani.

Setidaknya ini yang tertangkap saat melihat potret para kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta Utara. Dalam sehari para pekerja kuli angkut ini mampu membongkar muatan dengan berat total 300ton. Beban sebesar ini dikerjakan oleh 20an orang pekerja.  (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Aktivitas Pelabuhan Sunda Kelapa (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan skema pungutan Penerimaan Negeri Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi.

Kebijakan ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 85/2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Sistem penarikan pasca produksi dianggap menjadi solusi dalam memberantas praktik mark down ukuran kapal dan mendongkrak PNBP sumber daya alam perikanan yang selama ini masih minim.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menjelaskan, dengan kebijakan ini maka dipastikan tidak ada lagi celah praktik kecurangan ukuran kapal.

"Gross tonnage kapal ini sangat berpengaruh terhadap PNBP yang akan dibayarkan. Akibatnya apa, banyak kapal-kapal yang dilakukan mark down, sehingga ini bukan hanya merugikan keuangan negara tapi juga mengacaukan penghitungan sumber daya ikan yang dimanfaatkan," kata Zaini dalam keterangan resmi, Rabu (10/11/2021).

Sistem penarikan PNBP pasca produksi pada subsektor perikanan tangkap baru akan dilakukan secara menyeluruh di pelabuhan perikanan Indonesia pada awal tahun 2023.

Saat ini, sistem yang digunakan masih pra produksi yang formulasinya meliputi poin tarif range gross tonnage, produktivitas kapal, harga patokan ikan, serta gross tonnage kapal.

Tarif PNBP pasca produksi, juga memberi rasa keadilan bagi negara maupun pelaku usaha. Sebab pemilik kapal membayar tarif PNBP sesuai dengan jumlah ikan yang didaratkan.

Adapun persentase tarifnya sendiri dibagi dalam dua kategori sesuai ukuran kapal yaitu besaran tarif PNBP 5% dari hasil tangkapan untuk kapal penangkap ukuran sampai 60 GT, dan 10% untuk kapal penangkap ukuran di atas 60 GT.

"Jadi tidak bisa lagi kira-kira. Jadi berapa jumlahnya, lakunya berapa, jenis [kapalnya] apa, itulah yang menjadikan patokan, apakah 5% atau 10%," jelasnya.

Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kementerian Keuangan Kurnia Chairi, menilai kehadiran aturan merupakan momentum untuk meningkatkan penerimaan negara dari subsektor perikanan tangkap.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor perikanan tumbuh positif dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019 dan 2020 nilainya lebih dari Rp 400 triliun.

Namun rata-rata PNBP perikanan dalam periode 2015-2020 baru mencapai Rp 417 miliar per tahun atau hanya memberikan rata-rata kontribusi 1,5% dari rata-rata penerimaan SDA Non Migas.

"Secara besaran, sumber daya alam dari perikanan ini memang yang paling kecil dibanding sumber daya alam lain dari sisi non migas. Rata-rata kontribusinya dalam lima tahun terakhir sebesar Rp417 miliar per tahun atau sebesar 1,5 persen dari rata-rata penerimaan sumber daya alam non migas," pungkasnya.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article KKP dan Menteri Trenggono Terpopuler di AHI 2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular