
Jadi Begini Cerita Keterlibatan Luhut di Bisnis PCR

Seto pun mengatakan, kebijakan kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat di tengah kasus Covid-19 yang menurun karena merujuk pada data di mana ada peningkatan risiko penularan.
"Kebijakan ini saya dan teman-teman di tim usulkan berdasarkan data yang menunjukkan ada peningkatan resiko penularan. Nah 1-2 minggu sebelum kebijakan PCR untuk penumpang pesawat ini diberlakukan, kita melihat ada peningkatan resiko tersebut," jelasnya.
Dia menyebut, indikator mobilitas yang digunakan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Contohnya di Bali, data mobilitas minggu ketiga Oktober 2021 menunjukkan level yang sama dengan liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2020.
"Lalu, hasil pengecekan tim yang kami kirim, terjadi penurunan disiplin protokol kesehatan yang luar biasa. Peduli Lindungi hanya sebagai pajangan, terutama di tempat-tempat wisata dan bar. Bahkan, salah satu tim saya berhasil memfoto pasangan yang bebas berciuman di dalam salah satu bar/café di Bandung," tuturnya.
"Sebagai background, pada awal Juli 2021 ketika Pak Luhut diperintahkan untuk menangani peningkatan kasus di Jawa Bali, Pak Luhut meminta kami mendesign metode penanganan yang paten. Saya dan beberapa teman-teman kemudian mengontak Prospera untuk membantu kami membuat leading indicator untuk memonitor perkembangan kasus," paparnya.
Dia menyebut, ada tiga indikator yang digabungkan menjadi indeks komposit, yaitu Google Traffic, Facebook Mobility dan NASA Nightlight Index. Intinya, tiga indikator tersebut mencerminkan aktivitas masyarakat. Kalau aktivitas masyarakat masih tinggi, maka penambahan kasus tidak akan menurun.
"Hasil pengujian secara statistic, butuh waktu 14-21 hari untuk penambahan kasus bisa menurun sejak indeks komposit turun," ujarnya.
Dia pun mengingatkan bahwa Indonesia harus belajar dari negara-negara lain yang mengalami peningkatan kasus yang luar biasa akibat varian Delta, akibat relaksasi aktivitas dan protokol kesehatan karena merasa tingkat vaksinasi dosis kedua sudah di atas 60%.
Contohnya, lanjutnya, seperti Singapura, Jerman, Inggris dan beberapa negara lain. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Tingkat vaksinasi dosis 2 Indonesia saat ini baru sekitar 36%, dan pemerintah sudah melakukan relaksasi aktivitas masyarakat secara luas.
"Mengapa kita berani melakukan relaksasi ini? Karena kita imbangi dengan protokol kesehatan yang ketat dan testing serta tracing yang tinggi, serta relaksasi kita lakukan secara gradual sejak Agustus sampai dengan saat ini. Namun, ketika saat ini kita melihat protokol kesehatan sudah menurun signifikan, tentu saja kami melihat ada peningkatan resiko kenaikan kasus," jelasnya.
Menurutnya, vaksinasi tidak sepenuhnya bisa mencegah penularan kasus. Mudah untuk mengambil kesimpulan ini, karena negara-negara yang telah disebutkan di atas memiliki cakupan dosis 2 di atas 60%, dan kasus Covid-19 mereka meningkat signifikan.
"Vaksinasi akan mengurangi resiko Anda jika terkena Covid-19 harus dirawat di RS, muncul gejala atau bahkan kematian. Anda masih bisa terkena Covid-19, tidak bergejala, dan masih menularkan ke pihak lain, meskipun sudah divaksin. Ada banyak riset ilmiah yang mendukung hal tersebut," ucapnya.
(wia)