
Benarkah Ada Perusahaan Luhut & Erick di Balik Bisnis PCR?

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pun angkat bicara menanggapi isu ini. Arya menyebut bahwa kabar keterlibatan Erick tersebut merupakan isu yang sangat tendensius.
Pasalnya, pelaku industri yang menyediakan tes PCR ini sangat besar. Adapun Erick sudah tidak lagi terlibat dalam proses bisnis setelah menjadi menteri.
"Isu bahwa Pak Erick bermain tes PCR itu isunya sangat tendensius. Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia. Sementara PT GSI yang dikaitkan dengan Pak Erick itu tes PCR yang dilakukan sebanyak 700 ribu," kata Arya dalam keterangannya, Selasa (2/11/2021).
"Jadi bisa dikatakan hanya 2,5% dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia, hanya 2,5% jadi 97,5% lainnya dilakukan pihak lain," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya lagi, salah satu pemegang saham PT GSI memang ada Yayasan Adaro dengan kepemilikan sebesar 6%. Porsi kepemilikan ini dinilai tidak signifikan.
Adapun Yayasan Adaro Bangun Negeri ini berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), perusahaan di mana Garibaldi 'Boy' Thohir menjadi direktur utama, yang tak lain adalah kakak kandung dari Erick Thohir.
"Jadi bayangkan, GSI itu hanya 2,5% melakukan tes PCR di Indonesia, setelah itu yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6% [memegang saham PT GSI]. Jadi bisa dikatakan yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR," terangnya.
Di samping itu, Erick dinilai sudah tidak aktif lagi aktif dalam melakukan proses bisnis di perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengannya sejak dirinya menjabat sebagai menteri.
"Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR jauh sekali. Jadi jangan tendensius seperti itu kita harus lebih clear melihat semua."
Dia menambahkan, ketentuan PCR tidak dikeluarkan oleh Kementerian BUMN. Selain itu pemerintah juga tidak menunjuk lab tertentu untuk melakukan PCR, kecuali tentunya yang sesuai standar yang ditentukan Kementerian Kesehatan.
Selain itu, jika PCR tidak diwajibkan, maka hal ini justru akan menguntungkan bagi BUMN-BUMN yang menjalankan bisnis pelayanan publik, seperti PT Angkasa Pura (Persero) I-II, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), perusahaan penerbangan, dan hotel.
(wia)[Gambas:Video CNBC]
