
Saat Pengusaha Akhirnya Buka-Bukaan Soal Tax Amnesty II

Pada tax amnesty jilid I, pemerintah mematok target deklarasi dalam dan luar negeri sebesar Rp 4.000 triliun, dana repatriasi Rp 1.000 triliun dan uang tebusan Rp 165 triliun. Berapa nominal yang bisa dicapai pada tax amnesty jilid II?
Pengusaha sanksi jumlahnya akan sebanyak saat pelaksanaan tax amnesty jilid I.
"Kemungkinan akan sedikit dari yang dulu. Bisa mencapai 25% (dari pelaksanaan tax amnesty jilid I) saja sudah bagus. Meskipun mungkin jumlahnya banyak. Misalnya dulu 1 juta, mungkin sekarang bisa 2 juta atau 3 juta pesertanya. Tapi nilainya, belum tentu," ujar Suryadi.
Pasalnya, kata Suryadi saat pelaksanaan tax amnesty jilid I, peserta yang ikut adalah mereka para pengusaha-pengusaha 'kelas kakap.
Kendati demikian, para pengusaha atau orang-orang kaya menurut Suryadi sebaiknya untuk mengikuti tax amnesty jilid II ini, pasalnya tatkala pemerintah mulai menerapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada 2023, maka mereka tidak bisa kabur menghindari pembayaran pajak.
"Pada 2023 itu kalau sudah pakai IT baru, pake NIK. Kalau dia (wajib pajak) lari-lari, lebih cepat ketangkep. Ini yang sebetulnya masyarakat luas harus tau. Bahwa pajak sekarang tidak seperti dahulu sistemnya," ujarnya.
Kendati demikian, Suryadi memproyeksi penerimaan negara yang bisa didapatkan dari tax amnesty jilid II ini hanya bisa mencapai Rp 70 triliun sampai Rp 100 triliun.
"Itu kalau dipukul rata 70%, bisa mencapai Rp 70 triliun. Tapi kalau udah bisa masuk di atas Rp 500 triliun, sudah oke. Karena ini (tax amnesty) untuk orang menengah ke bawah," ujarnya.
Saat ini, kata Suryadi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama otoritas terkait masih menyusun mengenai mekanisme cara untuk mengikuti tax amnesty jilid II ini, yang rencananya akan dimuat dalam peraturan pemerintah (PP).
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengungkapkan dalam konteks program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS WP) ini, pemerintah tidak memasang target penerimaan yang bisa diperoleh.
Alasannya, ada atau tidaknya PPS WP ini, pemerintah tetap melakukan program pemeriksaan kepatuhan pada seluruh wajib pajak di Indonesia.
"Dalam konteks ini (PPS WP), kita tidak bicara target. Karena ada atau tidaknya program ini, program pemeriksaan dan peningkatan kepatuhan wajib pajak terus berjalan," jelas Febrio dalam program Power Lunch CNBC Indonesia TV, Senin (11/10/2021).
Program pengungkapan sukarela wajib pajak dalam UU HPP ini, kata Febrio untuk memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang belum optimal kepatuhannya untuk bisa secara sukarela datang, tanpa harus diperiksa Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pun, bagi wajib pajak yang mengikuti PPS WP ini bisa dengan gampang mendapatkan tarif yang lebih murah ketika pengusaha atau wajib pajak lainnya dengan sukarela.
(mij/mij)