Bos PLN Ungkap Strategi Capai Carbon Neutral 2060
Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) melakukan transisi energi dengan berinovasi melakukan dekarbonisasi guna mencapai Carbon Neutral 2060. Upaya ini tergambar dari peta jalan (roadmap) skenario Zero Carbon 2060.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menjelaskan, tidak hanya dari sisi pasokan, PLN juga secara aktif dari sisi demand mendorong penggunaan energi listrik yang ramah lingkungan kepada masyarakat. Selain dengan memberikan kemudahan dan stimulus listrik bagi pelanggan, PLN juga berkomitmen untuk terus menyempurnakan ekosistem kendaraan listrik dan kompor induksi.
"PLN siap melaksanakan tugas sebagai penggerak dan pionir perubahan transportasi berbasis fosil menjadi berbasis energi bersih. Menggantikan kendaraan BBM dengan kendaraan listrik. PLN bahkan telah menyiapkan ekosistem sejak hari ini dan siap menggandeng mitra strategis mendukung penguatan ekosistem kendaraan listrik," ujar Zulkifli dalam keterangan tertulis, Senin (1/11/2021).
PLN akan memberikan insentif kepada pengguna kendaraan listrik berupa biaya penyambungan guna tambah daya listrik di rumah, serta diskon tarif listrik selama tujuh jam yakni pukul 22.00-05.00, khusus untuk pengisian daya kendaraan listrik di rumah. Per Oktober 2021, PLN juga telah menyediakan 47 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selain itu, PLN juga aktif mengajak pihak ketiga untuk bekerja sama membuka SPKLU dengan menghadirkan website khusus untuk layanan kemitraan yang hendak turut serta dalam membangun SPKLU dan bisa mendaftar melalui kanal tersebut.
Sementara dari sisi supply, saat ini, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih mendominasi sistem pembangkitan PLN dengan kontribusi sekitar 68%. Tahapan monetisasi pembangkit berbasis batu bara hingga 2056 akan dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan pembangkit EBT.
Zulkifli menjelaskan, mulai 2030, PLN akan memasuki tahap pertama mempensiunkan pembangkit fosil tua yang sub-kritikal sebesar 1 gigawatt (GW). Kemudian pada 2035 memasuki tahap kedua, PLN akan kembali mempensiunkan PLTU sub-kritikal sebesar 9 GW.
Lebih lanjut, tahap ketiga akan dilaksanakan pada 2040, PLN akan mempensiunkan PLTU yang super critical sebesar 10 GW. Lima tahun berikutnya, PLN akan mempensiunkan PLTU ultra super critical tahap pertama sebesar 24 GW dan setelah itu pada 2055 tahap pemensiunan super critical terakhir sebesar 5 GW. Adapun pada periode 2030 hingga 2056 mendatang, PLTU akan digantikan dengan energi baru terbarukan secara bertahap.
"PLN siap menjalankan tugas mulia, yaitu menyediakan ruang hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang. PLN akan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki, manusia, pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kapital seoptimal mungkin untuk menjalankan tugas tersebut," tutur Zulkifli.
Beberapa pembangkit PLN yang sudah berjalan juga akan dikonversi dengan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Seperti pencampuran biomassa ke PLTU batu bara atau co-firing.
PLN juga sudah menyiapkan skenario carbon capture, utilization, and storage (CCUS) yang dalam roadmap akan mulai diterapkan setelah 2035. Dari sisi investasi, penerapan teknologi CCUS memang masih perlu dikaji lebih mendalam. Namun, investasi yang dibutuhkan diperkirakan masih memungkinkan untuk diterapkan pada pembangkit PLN yang masih layak beroperasi.
"Penggunaan batu bara akan tumbuh sampai 2030, tapi dengan CCUS yang kemudian bisa pertahankan penggunaan batu bara sekitar 150 TWh. Tapi secara bauran energi akan turun, karena porsinya tetap akan banyak energi terbarukan yang digunakan," jelas Zulkifli.
Pada masa tersebut, PLN memproyeksikan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar akan semakin efisien dan bermanfaat dalam pengelolaan listrik di Indonesia, terutama di sistem yang isolated atau off-grid. Dengan begitu, secara ekonomi, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan Pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) akan lebih menguntungkan dibanding PLTU.
"PLN terus berinovasi dalam mengembangkan teknologi fuel cell dan hidrogen sebagai sumber energi yang murah, andal dan aman. Ke depan, EBT bukan hanya sebatas energi yang intermiten, melainkan sebagai pemikul beban dasar (base load) yang akan bersaing dengan energi fosil," pungkas Zulkifli.
Dari sisi pembangkit EBT, PLN sudah menyiapkan skenario terbaik untuk mendukung Carbon Neutral 2060. Porsi EBT bakal mendominasi bauran energi pembangkit PLN ke depan.
Pada 2025, porsi PLTU menurun ke angka 62%. Hanya saja eskalasi peningkatan di sektor pembangkit EBT melonjak dengan masuknya PLTS ke sistem yang mencapai porsi 7 persen. Kapasitas PLTP dan PLTA juga bertambah dengan porsi masing-masing 8 persen. Sepuluh tahun kemudian yaitu pada 2035, porsi EBT terus meningkat dengan porsi PLTS sebesar 23%. PLTP juga naik menjadi 13% dan PLTA 9 persen. Hingga tahun 2060, porsi PLTS dan PLTB bereskalasi hingga 53%.
(rah/rah)