Waspada! Krisis Energi China Menular Ke Jepang, Ini Tandanya

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
30 October 2021 13:20
Pemandangan dari udara menunjukkan tangki berisi air yang terkontaminasi dan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang meleleh. AP/
Foto: Pemandangan dari udara menunjukkan tangki berisi air yang terkontaminasi dan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang meleleh. AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - China terus mengambil langkah demi meredakan krisis energi yang tengah bergejolak di sana. Namun, ternyata langkah seperti menjatah bahan bakar tidak begitu efektif. 

Kekurangan batu bara dan bensin makin disorot di China apalagi ketika Presiden XI Jinping Beijing menegaskan kembali komitmennya terhadap target lingkungan yang dianggap terlalu ambisius menjelang KTT COP26.

Presiden Xi Jinping ingin China mencapai netralitas karbon pada tahun 2060, dengan emisi memuncak pada akhir dekade ini. Padahal, tahun lalu China menyumbang lebih dari setengah konsumsi batubara global.

Selain China, Eropa juga mengalami krisis energi. Dilansir dari Reuters, di Eropa, harga gas alam yang kembali melonjak membuat lebih banyak utilitas untuk beralih ke batu bara dengan kandungan karbon tinggi untuk menghasilkan listrik. Ini tepat ketika Eropa sedang giat-giatnya untuk mencoba menghentikan penggunaan bahan bakar yang berpolusi.

Meskipun harga batu bara dan karbon Eropa juga melonjak dalam beberapa bulan terakhir, namun keduanya telah memperlambat lonjakan harga gas. Ini menyebabkan biaya marjinal jangka pendek beralih ke penggunaan batu bara untuk menghasilkan listrik.

Harga karbon acuan yang diizinkan oleh European Union's Emissions Trading System (ETS) naik hampir dua kali lipat sejak awal tahun ini. Sementara batu bara berjangka Eropa juga menguat lebih dari dua kali lipat.

Di lain sisi, pembangkit listrik berbahan bakar gas lebih murah untuk dioperasikan daripada pembangkit listrik berbahan batu bara karena biaya tambahan emisi karbon. Tetapi itu berubah sekitar Juli tahun ini.

Harga gas yang tinggi juga telah mendorong peralihan ke minyak di Inggris, di mana batu bara menyumbang hanya 2% dari campuran listrik, dengan negara itu menghadapi pasokan listrik yang ketat pada musim dingin tahun ini. Inggris sendiri kini menghadapi ancaman bangkrutnya industri akibat kurangnya energi.

Selain China dan Eropa, Jepang yang terkenal karena penghematan energinya juga ikut merasakan krisis energi. Di Jepang, harga listrik telah naik ke level tertingginya dalam sembilan bulan terakhir pada beberapa waktu lalu karena terpengaruh dari naiknya harga global minyak, gas alam cair, dan batu bara.

Kenaikan harga listrik Jepang juga menghidupkan kembali sejarah musim dingin lalu, ketika harganya mencapai rekor tertinggi. Saat itu, jaringan listrik Jepang hampir gagal dalam krisis energi terburuk bagi negara itu sejak bencana Fukushima.

Seperti pada musim dingin tahun lalu, kenaikan biaya untuk LNG dan batu bara mendorong kenaikan harga listrik di Jepang. Dengan suhu yang lebih dingin hanya beberapa pekan lagi, perusahaan besar Jepang telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah krisis serupa.

"Persediaan LNG telah ditambah dan kini di atas 2,4 juta ton, sekitar 600.000 ton lebih tinggi dari rata-rata empat tahun untuk tahun ini," kata Kementerian Industri Jepang, dikutip dari Reuters.

Jepang tidak punya pilihan selain memperluas energi terbarukan dan mempromosikan dimulainya kembali pembangkit listrik tenaga nuklir untuk mencapai pengurangan besar ini dan ini diakui bukan langkah yang mudah.

Sejak kecelakaan nuklir Fukushima pada tahun 2011, jumlah pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepang telah berkurang dari 54 menjadi 33. Hanya 10 yang telah dihidupkan kembali.

Ada sembilan tahun tersisa sampai batas waktu 2030. Situs panel surya dapat dibangun dalam jangka pendek, namun terkendala lahan yang terbatas.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jepang Beri Peringatan Pasokan Listrik, Ada Krisis Energi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular