Penerapan Pajak Karbon Bukti Keseriusan RI Tangani Perubahan

Advertorial, CNBC Indonesia
Jumat, 15/10/2021 09:09 WIB
Foto: Shutterstock

Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menetapkan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). NDC atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional adalah komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global.

Pengenaan pajak karbon ini dilakukan dengan memperhatikan peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon. Peta jalan pajak karbon adalah strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan emisi baru dan terbarukan, dan keselerasan antar berbagai kebijakan lainnya.

Sedangkan peta jalan pasar karbon adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. Adapun subjek dari pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.


Lebih lanjut, pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon namun tidak terbatas pada bahan bakar fosil atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon yakni yang berasal dari sektor energi, pertanian, kehutanan dan perubahan lahan, industri, serta limbah dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.

Sementara itu, tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Dalam hal tarif, pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Terkait hal ini, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengkonfirmasi akan mengenakan pajak karbon sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara tadi dan berlaku mulai 1 April 2022.

"Elemen pajak karbon yang baru mulai 1 April 2022 namun ikuti peta jalan di bidang karbon atau berhubungan dengan climate change," ungkap Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Kamis (7/10/2021).

Selain itu, wajib pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi karbon, pengimbangan emisi karbon, dan mekanisme lain sesuai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dapat diberikan pengurangan pajak karbon dan perlakuan lainnya atas pemenuhan kewajiban pajak karbon.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, mengatakan mekanisme ini sangat penting amun dilakukan secara bertahap dan terukur.

"Ini kita lakukan dengan roadmap dan tidak bisa kita lakukan dengan gegabah. Karena perlu melihat kesiapan perekonomian dan sektor-sektor yang terkena dampak. Dalam jangka pendek, melihat ada peluang yang sangat kuat bagi kita untuk membangun pasar karbon," tutur Febrio dalam program Power Lunch CNBC Indonesia TV, Senin (11/10/2021).

Namun, dalam pelaksanaannya pemerintah harus tetap memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon ini tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi, sehingga untuk tahap awal, pajak ini hanya akan diterapkan pada sektor PLTU Batu bara pada tahun 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).


(adv/adv)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Genset Terimbas Efisiensi, Pelaku Usaha Berharap Ini